REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah sebelumnya mencabut izin investasi minuman keras (miras), kini Pemerintah secara resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2021 yang mengubah Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang resmi menutup keran investasi minuman keras (miras) atau minuman beralkohol (minol). Ini artinya, investasi industri miras kembali masuk dalam daftar bidang usaha tertutup atau daftar negatif investasi (DNI).
Anggota DPD RI yang juga Ketua Gerakan Nasional Anti Miras Fahira Idris mengungkapkan selain aturan atau regulasi soal investasi miras, saat ini Pemerintah dan DPR sedang menggodok RUU Larangan Minuman Beralkohol (LMB) yang menjadi RUU Prioritas 2021. Penerbitan Perpres yang ‘mengharamkan’ investasi miras ini diharapkan menjadi momentum bagi Pemerintah dan DPR untuk mempercepat proses pembahasaan RUU LMB dan menjadi momentum bagi organisasi keagamaan dan kemasyarakatan serta publik untuk mengawal realisasi RUU ini menjadi undang-undang (UU) pada 2021 ini.
Kehadiran UU yang mengatur soal miras atau minol ini akan menjadi sejarah baru, karena setelah lebih 75 tahun merdeka akhirnya Indonesia punya UU khusus mengatur soal miras yang berlaku secara nasional. Sebagai informasi, sejak 2013 RUU LMB selalu masuk prolegnas dan sempat dibahas, tetapi selalu gagal disahkan.
“Semoga setelah Perpres yang melarang investasi miras ini terbit, RUU LMB juga segera disahkan menjadi undang-undang. Saya meyakini, kehadiran aturan soal minol setingkat undang-undang menjadi solusi efektif mengurai kompleksitas persoalan miras mulai dari sisi ekonomi (produksi dan distribusi), konsumsi dan terutama dampak buruknya bagi kesehatan dan ketertiban sosial terutama tindak kriminalitas,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan Jakarta (8/6).
Jika RUU LMB ini bisa disahkan tahun ini, sambung Fahira, maka akan menjadi sejarah baru baik bagi DPR Periode 2019-2024 maupun Pemerintahan Presiden Jokowi. Ini karena setelah 75 tahun merdeka Indonesia akhirnya mempunyai undang-undang yang mengatur soal miras. Bagi DPR sendiri pengesahan RUU LMB menjadi UU adalah capaian yang sangat baik karena berhasil menuntaskan pembahasan RUU yang sejak 2013 selalu gagal disahkan.
Menurut Fahira, formulasi berbagai pasal dalam RUU LMB sudah sangat baik, komprehensif, dan akomodatif. Meskipun judulnya ‘larangan’, tetapi kata Fahira, sesungguhnya RUU ini bertujuan menjadikan minol hanya untuk kepentingan terbatas (kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan). Oleh karena itu, produksi, penjualan dan konsumsinya harus diatur secara tegas. Aturan seperti ini sudah lama diterapkan di negara-negara lain termasuk negara paling sekuler dan mempunya tradisi minum alkohol.
“Sebagai benda yang bernilai ekonomis tetapi mempunyai dampak sosial yang tinggi sudah selayaknya miras diatur dalam aturan hukum yang tegas, komprehensif, jelas, dan berlaku secara nasional yaitu dalam sebuah undang-undang,” pungkas Senator Jakarta ini.