REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Studi terbaru pada petugas kesehatan menunjukkan adanya hubungan antara pola makan nabati dan pengurangan risiko gejala Covid-19. Studi yang terbit di BMJ Nutrition Prevention & Health itu, menerangkan bahwa pola makan nabati atau ikan bisa membantu menurunkan tingkat keparahan infeksi Covid-19.
Hasil itu, ditemukan setelah para peneliti melibatkan lebih dari 2.800 profesional kesehatan di Prancis, Jerman, Spanyol, Italia, Inggris, serta AS. “Hasil kami menunjukkan bahwa diet sehat yang kaya akan makanan padat nutrisi dapat dipertimbangkan untuk perlindungan terhadap Covid-19 yang parah,” kata tim peneliti yang berasal dari beberapa universitas dan lembaga penelitian di seluruh AS itu, dikutip dari green queen Jumat (11/6).
Berdasarkan pemaparan, pola makan nabati dikaitkan peneliti dengan adanya pengurangan sekitar 73 persen dalam kejadian penyakit sedang hingga parah dari Covid-19. Sementara diet pescatarian atau tidak mengonsumsi daging, dikaitkan dengan pengurangan 59 persen gejala.
Menariknya, penelitian ini juga menunjukkan bahwa mereka yang melakukan diet rendah karbohidrat dan tinggi protein memiliki kemungkinan hampir empat kali lipat terkena infeksi Covid-19. Temuan ini didasarkan pada survei daring yang dilakukan antara Juli hingga September 2020, yang mempertanyakan frekuensi makanan responden dengan 47 item berbeda dan tingkat keparahan infeksi yang mereka alami.
Lebih jelas, para peneliti memusatkannya pada risiko mengembangkan gejala parah setelah tertular Covid-19, daripada risiko langsung tertular penyakit itu sendiri. Para peneliti percaya bahwa korelasi tersebut dapat dijelaskan dengan kemungkinan bahwa pola makan nabati lebih kaya nutrisi, terutama fitokimia, vitamin dan mineral.
Terpisah, Profesor Gunter Kuhnle dari University of Reading, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengatakan jika sejak awal pandemi, ada banyak spekulasi tentang dampak diet terhadap risiko penyakit. Kendati demikian, dia mencatat, perlu ada kewaspadaan dalam menafsirkan data pengamatan dan laporan.
“Temuan yang menarik dan mengejutkan adalah risiko yang lebih tinggi ditemukan pada mereka yang mengikuti diet rendah karbohidrat,” ucap Dr. Kuhnle.