Oleh : Rusdy Nurdiansyah/Jurnalis Republika
REPUBLIKA.CO.ID, Sunyi sepi, dengan hembusan angin sepoi-sepoi membuat tumbuh-tumbuhan bak menyambut langit biru yang diiringi awan putih berarak. Hijau pepohonan menyegarkan mata dan suasana.
Riak air sungai yang mengalir menambah suasana syahdu perjalanan menggunakan perahu motor mengarungi Sungai Tamiang dari Kampung Pusung Kapal, Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh.
Liputan pada 6 November 2019 kali ini, aku bergabung bersama tim konservasi alam Yayasan Satu Cita Lestari Indonesia (YSCLI) yang bekerja sama dengan PT Pertamina EP Field Rantau Aceh. Kami menuju tempat konservasi satwa bernama tuntong atau tukik di pantai Ujung Aceh Tamiang.
Satwa yang masih famili kura-kura ini memiliki nama beken Batagur Borneoensis yang muncul dari Sungai Tamiang untuk bertelur di sepanjang Oktober hingga Februari di pantai Ujung Aceh Tamiang yang tak mudah dijangkau.
Perjalanan yang ditempuh dengan perahu motor selama dua jam dari Kampung Pusung Kapal itu harus mengarungi arus Sungai Tamiang yang cukup kencang dan tambah mencekam saat tiba-tiba awan kelabu diselingi turun hujan yang cukup deras. Semakin mencekam sejauh mata memandang, dari permukaan air sungai terlihat cukup banyak buaya dengan tatapan mata memandang ke arah lajunya perahu motor saat mendekati muara sungai yang mulai menyatu dengan laut.
Aliran air sungai muara terlihat tenang saat berbaur dengan air laut. Bahkan tampak banyak buaya muara berjemur di hamparan pasir putih pantai di Ujung Aceh Tamiang. "Jangan ada tangan atau kaki yang menyentuh air, buaya-buaya muara ini cukup ganas," ujar pengemudi perahu motor.
Selain buaya muara, aku juga melihat cukup banyak monyet-monyet bergelantungan dan berlompatan di pepohonan rindang di sepanjang Sungai Tamiang. "Buaya-buaya itu menunggu moyet-moyet yang jatuh ke sungai. Selain moyet, babi hutan menjadi santapan buaya. Kalau manusia, ada beberapa kali diterkam buaya," jelas pengemudi perahu motor.