Ahad 20 Jun 2021 10:56 WIB

Penuh!!!

Ruang perawatan Covid-19 terisi penuh.

Pasien suspect Covid-19 yang tidak mendapatkan tempat perawatan karena BOR penuh dan ditempatkan di luar ruangan IGD RSUD Kartini, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Selasa (15/6).
Foto: dok. Istimewa
Pasien suspect Covid-19 yang tidak mendapatkan tempat perawatan karena BOR penuh dan ditempatkan di luar ruangan IGD RSUD Kartini, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Selasa (15/6).

Oleh : Agus Yulianto, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam benak penulis terbayang kondisi kengerian dari ribuan mayat yang mengambang di Sungai Gangga, India beberapa waktu lalu. Ya, ribuan mayat itu sengaja dibuang atau dilarungkan petugas kesehatan dan juga pihak keluarga, karena tidak ada lagi pilihan untuk menguburkannya.

Ribuan mayat itu sebelumnya merupakan pasien Covid-19. Namun, lantaran pihak rumah sakit dan tenaga medisnya tak lagi sanggup menangani meledaknya jumlah pasien Covid-19, maka terjadilah 'tsunami covid-19' yang merenggut ribuan jiwa.

Di sisi lain, hal itu pun terjadi sebagai dampak dari abainya masyarakat terhadap penerapan protokol kesehatan Covid-19. Euforia melandainya kasus Covid-19 di negeri ini sebelumnya, justru berdampak negatif. Angka kasus Covid-19 di negeri ini akhirnya melonjak tak terkendali.

Fenomena India ini pun membayang di benak penulis. Akankah Indonesia akan mengalami hal serupa? Akankah rumah sakit-rumah sakit mampu menampung lonjakan pasien Covid-19? Akankah tempat-tempat pemakaman umum maupun khusus Covid-19 yang ada mampu menampung jasad/mayat terkonfirmasi Covid-19?.

Dan masih banyak lagi pertanyaan dan angan buruk dalam benak ini, melihat kondisi yang terjadi saat ini di Tanah Air. Namun, itu hanya pikiran dan angan buruk dari penulis semata. Semoga, apa yang terjadi di India sana, tak terjadi di kita.

Hanya saja, jika melihat fenomenan yang terjadi dalam sebulan pascalibur lebaran kemarin, hati ini merasa miris juga. Ini hanya salah satu contoh saja, karena penulis yakin, kondisi serupa pun banyak di alami oleh keluarga-keluarga di daerah lainnya.

Betapa tidak miris, ketika seorang pasien Covid-19 di Indramayu, harus 'meregang' nyawa setelah sempat dibawa keluarganya keliling mencari rumah sakit (RS). Ini terjadi karena dari lima RS yang mereka datangi itu, semua menolak dan menyatakan ruangan penuh.

Padahal, pasien laki-laki berusia 43 tahun itu terkonfirmasi positif Covid-19 dengan gejala berat dan mengalami sesak napas. Pasien akhirnya meninggal dunia di mobil bak terbuka yang terparkir di jalan depan UGD RSUD Indramayu. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun...

Tak hanya pasien dengan status positif Covid-19 yang harus meregang nyawa akibat berebut perawatan medis. Pasien nonCovid-19 pun turut mengalami dampak dari penuhnya keterisian ruangan yang ada di rumah sakit-rumah sakit di seluruh Tanah Air. Ya. lagi-lagi miris.

Sebenarnya, dampak dari lonjakan kasus Covid-19 pascalibur lebaran 2021 di Tanah Air ini, sudah diprediksi sebelumnya. Dari mulai Presiden Jokowi, Satgas Covid-19, para menteri terkait dan pada pakar kesehatan dan epidemologi, sudah mewanti-wanti untuk menerapkan protokol ketat Covid-19.

Para pihak terkait penanganan Covid-19 itu, tak ingin lonjakan kasus pada lebaran tahun sebelumnya, terjadi di tahun ini. Namun, apa daya berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dan pihak terkait lainnya, seolah tak digubris oleh masyarakat. Ya, sengaja atau tidak disengaja, yang pasti masyarakat telah abai terhadap protokol kesehatan.

Faktanya, satu bulan pascalibur lebaran Idul Fitri 2021, kasus Covid-19 terus merangkak naik. Data teranyar menyebut, total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 1,96 juta, sembuh 1,78 juta, dan meninggal dunia 54.043. Sedangkan untuk seluruh dunia total kasus 178 juta dan meninggal 3,85 juta jiwa.

Ini yang kemudian menyebabkan tingkat keterisian tempat tidur Wisma Atlet naik menjadi 78,6 persen. Bahkan, kapasitas di RS ini telah ditambah 1.400 tempat tidur menjadi 7.394 unit. Hingga per Jumat pukul 08.00 WIB, jumlah pasien rawat inap di Wisma Atlet sebanyak 5.812 orang. Artinya, ruangan di RS Wisma Atlet kini hanya tersisa 1.582 tempat tidur.

Sementara di daerah-daerah lain (lima provinsi penyumbang kasus Covid-19 tertinggi), bed occupancy ratio (BOR) atau tingkat keterisian tempat tidur pun, sangat tinggi, 80 hingga 90 persen. Itu pun pemerintah sudah berupaya melakukan penambahan tempat tidur.

Bisa dibayangkan, betapa paniknya keluarga pasien Covid-91, saat mereka harus mencari dan berebut ruang perawatan untuk keluarganya. Dan itu seperti yang terjadi pada salah satu keluarga pasien Covid-19 di Indramayu, yang harus meregang nyawa karena tak tertangani medis.

Maka wajar bila Komandan Lapangan RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Letkol Laut Muhammad Arifin, menyampaikan pernyataan tegas agar masyarakat mematuhi protokol kesehatan (prokes) pencegahan Covid-19. Sebab, jika masyarakat abai prokes, Wisma Atlet pun akan segera dan terus penuh.

Ya, protokol kesehatan itu harga mati. Siapa yang berani melanggar protokol kesehatan, berarti dia juga berani mati. Itu warning tegas dari Komandan Lapangan RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Letkol Laut Muhammad Arifin, yang tak ingin masyarakat Indonesia, khususnya DKI Jakarta, terpapar Covid-19.

Namun lagi-lagi, akibat abai terhadap protokol kesehatan itu, harus dibayar mahal dengan kematian. Tingginya angka kematian ini pun, juga berdampak pada ketersediaan lahan pemakaman.

Di Tangerang Selatan, Provinsi Banten, contohnya. Tingginya penambahan kasus Covid-19 di kita ini, turut mencatatkan lonjakan jumlah jenazah pasien Covid-19 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jombang, Tangsel. Berdasarkan data, dari awal Juni sampai 18 Juni 2021, ada sekitar 64 jenazah. Sementara pada Mei hanya ada 30 jenazah. Ini artinya, ada lonjakan 100 persen, bahkan lebih.

Begitu juga dengan petugas pikul jenazah Covid-19 di tempat pemakaman umum (TPU) Cikadut Kota Bandung kewalahan memakamkan jenazah ke liang lahat akibat terjadi lonjakan jenazah. Imbasnya, sejumlah tenaga penggali liang lahat dari TPU Nagrog dan Cikutra ikut diperbantukan di TPU Cikadut untuk menggali liang lahat.

Indonesia memang masih lebih beruntung dibandingkan dengan India. Ini terlihat dari berbagai upaya penanganan yang dilakukannya, meski tertatih-tatih. Memang, pemerintah terus waspada dan bergerak cepat mengatasi lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi.

Karenanya, lonjakan kasus ini harus jadi alarm bagi pemerintah untuk tetap waspada dan segera bergerak cepat melakukan langkah antisipasi dengan meningkatkan 3T. Jangan sampai kita baru gelagapan setelah semakin banyak daerah berstatus zona merah. Yuks bantu pemerintah dengan kita tertib protokol kesehetan, Insya Allah, Indonesia tak seperti India.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement