REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Karim Benzema akhirnya kembali ke tim utama Prancis. Setelah lima tahun menyaksikan rekan-rekannya dari layar kaca, kini ia bisa kembali merumput untuk negaranya.
Publik akhirnya bisa kembali menjadi saksi betapa beringasnya Benzema di mulut gawang lawan. Striker Real Madrid itu membuktikan kualitasnya saat mendampingi Prancis melawan Portugal di partai ketiga Grup F Euro 2020, Kamis (24/6) dini hari WIB.
Benzema menyelamatkan wajah Prancis dari kekalahan lewat dua golnya dalam pertandingan yang berakhir 2-2, sekaligus dinobatkan sebagai man of the match. Meski imbang, armada Les Bleus tetap melaju ke fase knockout sebagai juara Grup F dengan torehan lima poin.
Menyandang status kampiun Piala Dunia 2018, pasukan Les Bleus berhasil menjaga gengsi meski terseok-seok di babak penyisihan. Bagaimana tidak, Prancis langsung menghadapi tim sekelas Jerman dan Portugal di awal turnamen. Hasilnya, Benzema dkk hanya mampu menang tipis 1-0 kontra Jerman dan sisanya memetik hasil imbang vs Hungaria dan Portugal.
Prancis patut bersyukur karena memiliki Benzema. Penghargaan pemain terbaik saat melawan Portugal menjadi sangat penting sekaligus pembuktian bahwa pesona bomber berusia 33 tahun itu belum habis.
Benzema harus menunggu selama lima tahun dan 258 hari agar bisa kembali mencetak gol untuk negaranya. Penikmat sepak bola belum lupa kasus pemerasan yang menyeret nama Benzema sehingga membuatnya dicoret dari timnas saat berada di usia emas sebagai seorang striker. Hukuman itu membuatnya terpaksa absen di Euro 2016. Parahnya lagi, ia hanya bisa gigit jari saat menyaksikan teman-temannya mengangkat trofi Piala Dunia 2018.
Namun, Benzema tidak menaruh dendam pada negaranya. Saat kembali dipanggil timnas Prancis, ia tak perlu berpikir dua kali untuk kembali mengenakan kostum berlambang ayam jago dengan dua bintang di atasnya. Ini adalah sifat yang patut dicontoh siapapun.
Keteladanan Benzema tak lepas dari didikan orang tuanya. Benzema lahir di Lyon, Prancis pada 19 Desember 1987. Ia adalah anak keenam dari sembilan bersaudara. Ayahnya merupakan imigran Muslim asal Aljazair yang datang ke Prancis medio 1950-an.
Lingkungan tempat Benzema tumbuh disebut sangat rawan karena angka kriminalitas yang tinggi. Namun berkat pendidikan Islam yang baik dari sang keluarga, Benzema berhasil membendung pengaruh buruk dari lingkungannya.
Benzema memulai perjalanan sepak bolanya ketika masuk ke akademi lokal bernama Bron Terraillon SC di usia delapan tahun. Pada 1997, namanya masuk ke dalam tim junior Olympique Lyon. Performanya terus meningkat dan masuk ke dalam jajaran timnas Prancis U-17 sekaligus berhasil mempersembahkan Piala Eropa U-17.
Kemampuan Benzema semakin terasah ketika pertama kali masuk ke skuad utama Lyon pada 2004. Rintangan kembali menghadapinya ketika jadi bahan candaan pemain senior seperti Michael Essien, Sylvain Wiltord, dan Eric Abidal. Namun, Benzema tidak memusingkannya.
Benzema berkontribusi bagi Lyon dalam menjuarai Ligue 1 Prancis empat kali dan satu trofi Coupe de France, sekaligus menjadi top skorer liga domestik pada musim 2007/2008. Namanya menggema ke negeri seberang hingga akhirnya Real Madrid merekrut Benzema di musim 2009/2010.
Gilang-gemilang prestasi menghampiri Benzema bersama El Real. Selama 12 tahun merumput di Santiago Bernabeu, ia sudah mempersembahkan dua gelar La Liga Spanyol dan Copa del Rey, serta empat trofi Liga Champions, plus Piala Dunia Antarklub.
Prestasi tak membuatnya pongah. Sebelum bertanding, Benzema memiliki kebiasaan berdoa, dan bersyukur setelah laga usai. Kata 'Alhamdulillah' hampir selalu ia sampaikan melalui akun media sosialnya.