REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dihadapkan pada tantangan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Tujuannya agar cita-cita menyongsong generasi Indonesia emas di tahun 2045 bisa tercapai dengan memanfaatkan bonus demografi. Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Prof Nizam salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah dengan berinvestasi di dunia pendidikan.
Saat menjadi pembicara dalam webinar Program Fellowship Jurnalisme Pendidikan angkatan kedua secara daring, Jumat (25/6), Prof Nizam menekankan pentingnya investasi di dunia pendidikan. Sebab, keberhasilan sejumlah negara di dunia, seperti Korea, Jepang, China karena kesadaran mereka berinvestasi di dunia pendidikan.
Ia pun mengajak semua pihak peduli dengan pendidikan, terutama di tingkat perguruan tinggi. Prof Nizam pun menyampaikan pemerintah menyiapkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah untuk siswa lulusan SMA yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi tapi terhalang masalah biaya.
Prof Nizam menjelaskan, Jepang yang hancur karena Perang Dunia II bisa bangkit kurang dari 30 tahun karena memanfaatkan bonus demografi, yakni fenomena saat jumlah rakyat usia produktif (15 tahun hingga 64 tahun) lebih banyak daripada usia nonproduktif (di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Korea Selatan merasakan hal serupa pada medio 1990-an, disusul China pada era 2000-an.
Indonesia, kata Prof Nizam, juga harus maksimal memanfaatkan bonus demografi mulai 2030. Caranya menurut dia adalah dengan membangun SDM yang berkualitas, salah satunya lewat pendidikan.
"Pendidikan itu penting jika Indonesia ingin jadi negara maju. Hanya saja, tantangannya masih cukup berat," kata Nizam dalam webinar yang digelar Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) berkolaborasi dengan PT Paragon Technology and Innovation tersebut.
Ada beberapa tantangan nasional yang akan dihadapi Indonesia. Antara lain demokratisasi dan transformasi sosial, kesenjangan, kemiskinan, hingga ketergantungan produk impor. Namun, Prof Nizam memastikan Kemendikbud-Ristek berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut dengan pendidikan yang berkualitas.
Dosen Prodi Sistem Informasi Akuntansi, Fakultas Teknik & Informatika Universitas BSI, Umi Faddillah mengatakan Indonesia diprediksi akan mengalami masa bonus demografi di antara tahun 2030-2040. Jumlah usia produktif diprediksi akan mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diperkirakan sejumlah 297 juta jiwa.
"Saat ini Indonesia memiliki dua tantangan utama terkait bonus demografi. Kedua tantangan itu yakni ketenagakerjaan dan pendidikan," kata dia.
Dijelaskan Ummi, terkait ketenagakerjaan berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2019, sekitar 58,26 persen atau setara dengan 75,37 juta jiwa tenaga kerja di Indonesia merupakan lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau di bawahnya. Kondisi ini, menurut Ummi, akan berdampak pada produktivitas dan daya saing tenaga kerja yang masih rendah, sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Untuk meningkatkan kualitas dan keterampilan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan industri maka dunia pendidikan perlu strategi untuk meningkatkan kualitas SDM.
Ia berkata, dunia pendidikan menjadi kunci utama untuk bonus demografi. Untuk menghasilkan SDM yang berkualitas dan terampil, perlu adanya kerja sama seluruh lapisan masyarakat dan lembaga terkait. Untuk menciptakan generasi muda yang produktif dan memiliki keterampilan khusus, perlu adanya pendidikan dan pelatihan secara kontinyu pada lembaga-lembaga atau institusi-institusi pendidikan.
"Lembaga-lembaga pendidikan dan perguruan tinggi perlu menyiapkan lulusan yang mampu bersaing di dunia industri," ucap dia. Dengan lulusan yang berkualitas dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dianggap mampu hadapi fenomena bonus demografi.
Lebih jauh ia berpendapat, perguruan tinggi perlu menyiapkan kurikulum yang mengacu pada kreativitas dan inovasi agar para generasi muda terlatih dengan memiliki pola pikir kreatif serta berwawasan luas. Selain itu, kata Ummi, lembaga-lembaga pendidikan ini juga perlu menyiapkan generasi muda dengan bekal kompetensi di bidangnya masing-masing. "Dengan kompetensi dan bakat yang dimiliki diharapkan generasi muda dapat memenuhi kebutuhan dunia industri dan wirausaha."