REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII) Arfianto Purbolaksono mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam merespons kritik mahasiswa. Sikap presiden dinilai sebagai bentuk penghormatan terhadap kebebasan berekspresi.
"Hal itu dapat menjadi gambaran bahwa kebebasan berekspresi seharusnya dilindungi oleh negara karena kebebasan berekspresi merupakan salah satu hak asasi manusia," kata Arfianto dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (30/6).
Pernyatan itu dikatakan Arfianto terkait dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) melontarkan kritik kepada Presiden melalui unggahan di akun Twitter resmi @BEMUI_Official. Pada unggahan tersebut, BEM UI menyebut Presiden Joko Widodo sebagai The King of Lip Service.
Beberapa hari kemudian, BEM Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Gadjah Mada (UGM) Ikut menyuarakan kritik terhadap Presiden Jokowi yang dianggap sering mengobral janji tetapi tidak ditepati. Anto, sapaan akrab Arfianto, menilai kritik yang disampaikan mahasiswa merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dan partisipasi mahasiswa dalam proses kebijakan.
"Seharusnya kritik ini dilihat sebagai bagian dari kepedulian dan evaluasi untuk kebijakan yang lebih baik dan konsisten. Suara mahasiswa jangan diintimidasi, apalagi hingga dibungkam, bahkan sampai terjadi peretasan," ujarnya.
Anto mengingatkan akan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. Hak tersebut, menurut dia, mencakup kebebasan untuk berpendapat tanpa intervensi dan untuk mencari, menerima, serta berbagi informasi dan ide melalui media apa pun dan tanpa memandang batas negara.
Anto melihat kondisi di Indonesia saat ini sangat penting untuk menjamin kebebasan berekspresi karena merujuk laporan Freedom House tentang Kebebasan Global dari 2019 hingga 2020, status Indonesia merupakan negara yang bebas sebagian.
"Salah satu yang sering menjadi sumber masalah adalah implementasi dari UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)," katanya.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan lembaganya, dapat ditarik kesimpulan bahwa sejatinya UU ITE merupakan bagian dari komitmen negara dalam melindungi warga negara di ruang digital. Namun, lanjut dia, dalam praktiknya, UU tersebut malah menjadi ancaman terhadap kebebasan berekspresi, terutama di ruang digital.
JOKOWI: THE KING OF LIP SERVICE pic.twitter.com/EVkE1Fp7vz
— BEM UI (@BEMUI_Official) June 26, 2021