REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kanada mengalami cuaca ekstrem panas. Negara itu, gelombang panas mematikan selama tiga hari berturut-turut. Suhu udara yang sempat mencatat rekor nasional dengan 49,6 derajat Celcius, perlahan menurun pada Rabu (30/6) silam.
Cuaca ekstrem di barat Kanada dan AS diklaim dipicu oleh sebuah fenomena langka bernama kubah panas. Itu adalah kondisi dimana atmosfer bertekanan tinggi memblokir hawa panas yang terangkat ke atas, dan memampatkannya kembali ke permukaan Bumi.
Biasanya angin mampu memindahkan kubah panas ke wilayah lain. Tapi ketinggian kubah di barat Kanada yang mencapai atmosfer Bumi membuatnya cendrung menetap.
Meski sulit mencari penyebab utama kemunculan kubah panas di langit Pasifik, pakar iklim meyakini kondisi ini dipicu oleh fenomena meningkatknya rata-rata temperatur Bumi.
Secara statistik, gelombang panas ekstrem di barat Kanada dan AS muncul sekali dalam 1.000 tahun dalam kondisi iklim yang normal. Tapi iklim Bumi yang tidak lagi normal mengindikasikan intensitas tinggi cuaca ekstrem yang akan semakin sering terjadi dalam beberapa tahun ke depan.
"Durasi gelombang panas kali ini mengkhawatirkan,” tulis LSM lingkungan, Envionment Canada, dalam rilisnya, Kamis (1/7) pagi. Terutama tingginya temperatur udara "pada malam hari” memperparah situasi.
Hal serupa dialami warga di utara Kalifornia, AS. Saat ini sekitar 1.000 petugas pemadan kebakaran masih berusaha mengendalikan tiga kebekaran besar. Salah satunya mencakup area seluas 80 kilometer persegi, yang hingga kini baru seperempatnya dipadamkan.
Menurut perkiraan, gelombang panas dari Samudera Pasifik akan bergerak ke wilayah timur Amerika Utara dalam beberapa hari ke depan.
sumber: https://www.dw.com/id/usai-catatkan-suhu-terpanas-desa-kanada-hangus-dilalap-api/a-58136248