Selasa 06 Jul 2021 00:26 WIB

Vaksin AZ Dijeda Lebih Lama, Respons Kekebalan Makin Tinggi

Respons kekebalan lebih tinggi ketika dosis kedua vaksin AZ dijeda lebih lama.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Reiny Dwinanda
Vaksin Covid-19 AstraZeneca. Di tengah tersendatnya pasokan vaksin, studi dari Oxford membawa kabar baik bahwa penundaan pemberian dosis kedua vaksin Covid-19 AstraZeneca justru menimbulkan respons kekebalan yang lebih baik.
Foto: EPA/ADI WEDA
Vaksin Covid-19 AstraZeneca. Di tengah tersendatnya pasokan vaksin, studi dari Oxford membawa kabar baik bahwa penundaan pemberian dosis kedua vaksin Covid-19 AstraZeneca justru menimbulkan respons kekebalan yang lebih baik.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -– Negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, seperti Bangladesh, tengah menghadapi lonjakan kasus Covid-19. Pada saat yang sama, persediaan vaksin sangat terbatas.

Tersendatnya pasokan vaksin telah menyebabkan jeda yang lebih lama antara pemberian dosis pertama dan kedua vaksin Covid-19. Hal ini memicu kekhawatiran tentang respons kekebalan tubuh yang tidak maksimal.

Baca Juga

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan jeda antara delapan hingga 12 pekan untuk dosis pertama dan kedua vaksin AstraZeneca, salah satu vaksin yang paling banyak didistribusikan secara global. Namun, sebuah studi baru University of Oxford di Inggris telah menemukan bahwa dosis kedua vaksin tetap efektif bekerja bahkan setelah pemberiannya dijeda sampai 45 pekan.

Berdasarkan studi, respons imun para sukarelawan lebih unggul setelah penundaan yang lebih lama daripada jeda yang sudah direkomendasikan. Penelitian menemukan, penundaan yang lama mungkin bermanfaat, menghasilkan lebih banyak antibodi terhadap SARS-CoV-2 dan respons imun yang ditingkatkan.

"Anda mendapat antibodi yang sangat kuat dengan jarak yang sangat panjang dan itu sangat menggembirakan bagi negara-negara yang pasokan vaksinnya mungkin terbatas," kata salah seorang peneliti studi, Prof. Teresa Lambe, Ph.D pada konferensi pers yang diselenggarakan oleh Science Media Center di London, dikutip dari Medical News Today, Senin (5/7).

Rekan penulisnya, Prof. Sir Andrew Pollard, Ph.D., F.Med.Sci. menjelaskan bahwa temuan ini sejalan dengan pengalaman dari vaksin lain. Studi ini menemukan tingkat antibodi tetap meningkat hingga satu tahun setelah dosis pertama.

"Respons antibodi akan lebih baik jika kita menunggu lebih lama untuk mendapatkan dosis kedua setelah mendapatkan dosis pertama vaksin Covid-19, sebab kita memberi waktu yang lebih banyak bagi respons imun menjadi matang,” ujar dia.

Studi ini menemukan tingkat antibodi tetap meningkat hingga satu tahun setelah dosis tunggal. Namun, Prof. Pollard mengatakan bahwa ada hal yang harus ditimbang, yakni antara risiko infeksi karena kekebalan yang terus menurun setelah dosis pertama dengan kekebalan yang lebih kuat setelah dosis kedua yang tertunda.

"Saat ini kami tidak benar-benar tahu berapa lama perlindungan yang diberikan oleh satu dosis vaksin, tapi yang pasti, itu lebih dari tiga bulan," kata Prof. Pollard.

Efek dosis penguat

Penelitian juga menunjukkan, dosis ketiga dari vaksin asli lebih dari enam bulan setelah dosis kedua meningkatkan kekebalan yang kuat terhadap SARS-CoV-2. Dosis ketiga menyebabkan tingkat antibodi yang lebih tinggi dan mampu menetralkan varian Alfa, Beta, dan Delta.

Di lain sisi, para peneliti menekankan permasalahan kebutuhan akan dosis booster. Data terbaru dari Public Health England menunjukkan, dua dosis vaksin AstraZeneca memberikan perlindungan 92 persen terhadap varian Delta. Sementara dua dosis vaksin Pfizer-BioNTech memberikan perlindungan 96 persen.

Sejak konferensi pers, pemerintah Inggris telah mengumumkan bahwa orang yang rentan terhadap Covid-19 dapat ditawari vaksin booster mulai September 2021.

Bagaimana studi ini bekerja?

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement