REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bumi kehilangan es dengan kecepatan tinggi setiap tahun. Es yang hilang itu merupakan area beku seukuran Danau Superior yang mencair setiap tahun.
Studi baru menemukan bahwa planet ini telah kehilangan sekitar 33 ribu mil persegi (87.000 kilometer persegi) lapisan es setiap tahun sejak 1979. Es kolektif di planet ini dikenal sebagai kriosfer. Penelitian dipimpin oleh Xiaoqing Peng, seorang ahli geografi di Universitas Lanzhou di China.
“Kriosfer adalah salah satu indikator iklim yang paling sensitif dan yang pertama menunjukkan dunia yang berubah,” kata Peng dalam sebuah pernyataan, dilansir dari Space, Selasa (6/7).
Para peneliti mengumpulkan data tentang tutupan salju, luasan es laut dan tanah beku, yang mencakup luasan lapisan es di daerah kutub. Banyak pengukuran dilakukan oleh satelit dan dikumpulkan oleh National Snow and Ice Data Center (NSIDC).
Untuk tutupan salju, para peneliti menggunakan data kedalaman salju dari Pusat Prakiraan Cuaca Jangka Menengah Eropa. Mereka kemudian memvalidasi kumpulan data ini dengan membandingkan angka-angka tersebut dengan data dari 28 ribu stasiun cuaca lokal di seluruh dunia.
Para peneliti menemukan belahan bumi utara mendominasi, dengan cakupan menyusut 39.300 mil persegi (102.000 km persegi) per tahun. Hilangnya es ini sedikit diimbangi oleh kenaikan yang lebih kecil di Belahan Bumi Selatan seluas 5.400 mil persegi (14.000 km persegi).
Sebagian besar kenaikan itu ada di es laut di Laut Ross di Antartika, yang kemungkinan tumbuh karena limpasan air tawar dari benua itu. Ini dapat mengubah pola arus laut dengan cara yang kompleks.
Para peneliti juga menemukan bukti musim beku yang lebih pendek setiap tahun. Pembekuan pertama musim dingin sekarang terjadi rata-rata 3,6 hari lebih lambat daripada tahun 1979. Pencairan pertama musim semi terjadi 5,7 hari sebelumnya.
Kriosfer menampung tiga perempat air tawar dunia. Hilangnya es mempengaruhi pasokan air di banyak daerah pegunungan yang bergantung pada pencairan salju setiap musim semi untuk mengisi sungai dan waduk. Para peneliti selanjutnya ingin menggunakan data kriosfer global untuk mempelajari bagaimana perubahan es mengubah ekosistem.
Ahli glasiologi di University of Calgary di Kanada yang tidak terlibat dalam penelitian menyatakan mereka juga ingin menggunakan data untuk membandingkan kecerahan puncak dengan perubahan jangka panjang iklim dan musim. Salju putih cerah dan es memantulkan sinar matahari dari permukaan Bumi, membantu mendinginkannya. Ketika lelehan mengekspos tanah yang lebih gelap yang menyerap panas lebih mudah, itu dapat memperburuk pemanasan.
“Analisis semacam ini adalah ide bagus untuk indeks global atau indikator perubahan iklim,” kata Marshall.