Selasa 06 Jul 2021 20:08 WIB

Penjelasan Ilmiah Terjadinya Long Covid Pada Penyintas

Bukti baru temukan jejak Covid-19 yang bertahan lama yang menyebabkan long covid.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Nora Azizah
Bukti baru temukan jejak Covid-19 yang bertahan lama yang menyebabkan long covid.
Foto: www.freepik.com
Bukti baru temukan jejak Covid-19 yang bertahan lama yang menyebabkan long covid.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejauh ini, long covid memang masih menyisakan tanda tanya. Pasalnya, para pasien Covid-19 yang sudah dinyatakan sembuh atau disebut penyintas, kerap mengalami long covid, bahkan hingga berbulan-bulan.

Dilansir dari sciencealert, Selasa (6/7), bukti baru menunjukkan jejak Covid-19 yang bertahan lama bisa jadi karena virus membuat perubahan signifikan pada darah manusia. Mereka menghasilkan perubahan abadi pada sel darah yang masih terlihat beberapa bulan setelah infeksi.

Baca Juga

"Kami mampu mendeteksi perubahan yang tahan lama dalam sel, baik selama infeksi akut dan bahkan setelahnya," papar Ahli Biofisika dari Institut Max Planck for The Science of Light di Jerman, Jochen Guck.

Dalam sebuah studi baru, Guck dan rekan peneliti menganalisis darah pasien. Penelitian itu mampu menganalisis ratusan sel darah per detik dengan cepat.

Penelitian tersebut juga bisa mendeteksi jika sel darah menunjukkan perubahan abnormal dalam ukuran dan strukturnya. Teknologi ini relatif baru, tetapi bisa sangat membantu dalam mengeksplorasi apa yang masih belum diketahui secara signifikan dalam sains Covid-19.

"Patologi masih belum sepenuhnya dipahami. Respons hiper-inflamasi dan gangguan koagulasi yang menyebabkan kemacetan pembuluh darah mikro, dianggap sebagai pendorong utama meningkatnya angka kematian," kata para peneliti, yang dipimpin oleh penulis utama penelitian tersebut, Markéta Kubánková.

“Hingga saat ini, perubahan fisik sel darah belum dianggap berperan dalam oklusi vaskular terkait Covid-19 dan kerusakan organ,” lanjutnya.

Dalam studi tersebut, para peneliti menganalisis darah dari 55 orang, yang terdiri dari 17 pasien dengan Covid-19 parah (setengah di antaranya tanpa terduga meninggal), 14 pasien pulih, dan 24 sukarelawan sehat yang tidak menunjukkan gejala.

Secara total, lebih dari 4 juta sel darah yang diambil dari orang-orang ini dijalankan melalui sistem RT-DC. Kemudian, dianalisis secara mikroskopis saat mereka mengalir melalui saluran sempit di perangkat.

Hasil penelitian menunjukkan, sel darah merah (eritrosit) pada pasien Covid-19 ukurannya lebih bervariasi daripada orang sehat, dan menunjukkan tanda-tanda kekakuan pada struktur fisik mereka. Kemudian, sel darah mereka juga menunjukkan lebih sedikit deformabilitas yang bisa memengaruhi kemampuan mereka untuk mengantarkan oksigen ke seluruh tubuh.

"Sifat fisik eritrosit sangat penting untuk aliran mikrosirkulasi. Dengan demikian, perubahan ini bisa mengganggu sirkulasi dan meningkatkan hipoksemia," ujar para peneliti menjelaskan.

“Efeknya dapat bertahan pada pasien Covid-19 lama setelah infeksi tidak aktif lagi. Kami menemukan bahwa pada pasien yang pulih, perubahan fenotipe tidak begitu menonjol, tetapi masih ada,” lanjut para peneliti.

Masih harus dilihat bagaimana perubahan sel darah ini pada akhirnya bisa dipicu oleh infeksi virus. Kemudian, belum sepenuhnya diketahui bagaimana perubahan sel menyebabkan gejala Covid-19 dan terkadang menyebabkan kematian.

"Kami berhipotesis bahwa perubahan fenotipe fisik sel darah yang terus-menerus, bisa berkontribusi pada gangguan sirkulasi jangka panjang dan pengiriman oksigen yang terkait dengan Covid-19," ungkap para peneliti.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement