REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Kemenangan besar 4-0 pada partai final Euro 2012 bisa dibilang menjadi salah satu kenangan terindah yang dimiliki Spanyol dalam rekam jejak pertemuan dengan Italia. La Roja tentu berharap bisa mengulangi sejarah tersebut kala menghadapi Gli Azzurri di babak semifinal Euro 2020, Rabu (6/7), pukul 02.00 WIB.
Pada saat itu, Spanyol memang jauh lebih diunggulkan dibanding Gli Azzurri. Datang ke partai final Euro 2012 sebagai juara bertahan sekaligus kampiun Piala Dunia 2010, tim Matador menegaskan dominasinya di panggung sepak bola internasional dengan kemenangan besar dalam laga yang digelar di Stadion Olympic, Kiev.
Sembilan tahun berselang, giliran Stadion Wembley yang bakal menjadi saksi pertarungan dua negara adidaya di pentas sepak bola Eropa tersebut. Namun, berbeda di partai final Euro 2012, di laga semifinal Euro 2020, Italia justru mengenggam status sebagai unggulan. Status ini disematkan kepada tim besutan Roberto Mancini usai rekor kemenangan sempurna di sepanjang gelaran Euro 2021.
Torehan 10 kemenangan di 10 laga babak kualifikasi dilanjutkan Gli Azzurri dengan catatan lima kemenangan di putaran final Euro 2020. Italia terakhir membungkam Belgia 2-1 pada babak perempat final. Total 15 kemenangan beruntun mengantarkan Italia menjadi tim dengan catatan terpanjang dalam satu gelaran Piala Eropa.
"Italia lebih berhak menggenggam status unggulan di laga ini, terutama dengan rekor kemenangan sempurna," tulis laporan Marca, Selasa (6/7).
Di sisi lain, tidak ada yang menyangka, Spanyol bisa melaju hingga ke babak semifinal Euro 2020. Bagaimana tidak, persiapan tim besutan Luis Enrique itu sempat terganggu dengan kasus positif Covid-19 yang dialami sejumlah pemain, termasuk Sergio Busquets. Pun dengan langkah terseok-seok yang dialami Spanyol sepanjang fase penyisihan Grup E. La Roja baru bisa memetik kemenangan pada laga pamungkas Grup E setelah ditahan imbang Swedia dan Polandia di dua laga awal. Kemenangan 5-0 atas Slovakia akhirnya mengantarkan Spanyol jadi runner up Grup E.
"Beberapa pekan lalu, rasanya tidak mungkin Spanyol berada di posisi ini. Namun, setelah berhasil menepikan ego pemain dan fokus pada kolektivitas permainan, Spanyol bisa kembali bermimpi dan siap mengulangi sejarah," lanjut laporan Marca tersebut.
Fokus utama La Roja bukan lagi pada kemampuan individu pemain dalam mengubah hasil pertandingan, tapi kepada organisasi permainan secara keseluruhan. Secara perlahan, Spanyol mulai mampu menjawab keraguan yang dialamatkan kepada mereka pada awal turnamen.
Simbol keberhasilan Spanyol menjawab keraguan itu tergambar dengan begitu baik lewat peningkatan performa Alvaro Morata dan Unai Simon. Morata, yang gagal memanfaatkan sejumlah peluang di awal turnamen, berhasil memecah kebuntuan Spanyol di laga kontra Kroasia di babak 16 besar. Morata mencetak gol pada injury time dan membawa Spanyol kembali unggul.
Juga dengan kebangkitan Unai Simon. Blunder fatal yang dilakukannya di laga Kroasia berhasil dibayar tuntas di laga berikutnya. Simon menjadi pahlawan Spanyol dan terpilih sebagai pemain terbaik di laga Spanyol kontra Swiss usai menghalau tiga tendangan penalti Swiss. Kepercayaan diri yang terus menanjak, kebersamaan pemain yang terlihat dalam berbagai pilihan taktik Enrique, menjadi modal terbesar La Furia Roja di laga kontra Italia.
"Apapun perubahan yang dilakukan Enrique, setiap pemain sudah tahu peran dan tugasnya masing-masing di atas lapangan. Perubahan pemain pun tidak mengganggu identitas permainan, kepercayaan diri, dan kinerja masing-masing pemain," lanjut laporan tersebut.