Rabu 07 Jul 2021 10:37 WIB

99 Persen Pasien Covid Meninggal di AS Miliki Kesamaan Ini

Tidak ada vaksin yang sempurna, namun setidaknya dapat mencegah keparahan kasus.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
 Sekitar 99,2 persen dari kasus kematian Covid-19 di AS terjadi pada pasien yang tidak divaksinasi (ilustrasi).
Foto: Republika
Sekitar 99,2 persen dari kasus kematian Covid-19 di AS terjadi pada pasien yang tidak divaksinasi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ada kesamaan dalam lebih dari 99 persen kasus kematian akibat Covid-19 di Amerika Serikat (AS) yang tercatat baru-baru ini. Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS Anthony Fauci mengungkapkan, 99,2 persen dari kasus kematian yang tercatat terjadi pada pasien yang tidak divaksin.

Sementara, sebanyak 0,8 persen dari kasus kematian akibat Covid-19 terjadi pada pasien yang sudah menjalani vaksinasi. Dengan data tersebut, Fauci menekankan pentingnya vaksin. Kepala penasihat medis untuk Presiden AS itu mengatakan memang tidak ada vaksin yang benar-benar sempurna, namun setidaknya keparahan kasus hingga rawat inap dan kematian bisa dicegah. 

Salah satu manfaat yang paling sedikit digembar-gemborkan dari vaksin Covid-19 adalah bahwa vaksin itu dapat membantu mencegah terinfeksi virus. Selain itu, meminimalisasi efeknya jika pasien tertular virus. Meskipun, beberapa orang yang sudah divaksinasi mungkin masih terdampak.

"Tetapi sebagian besar orang yang mendapat masalah adalah yang tidak divaksinasi, itulah alasan mengapa kami mengatakan ini benar-benar sepenuhnya dapat dihindari dan dicegah," ujar Fauci, dikutip dari laman Eat This Not That!, Rabu (7/7).

Dia juga memuji efektivitas vaksin untuk mencegah virus dan mengurangi penyakit. Fauci mengutip penelitian dari Skotlandia yang diterbitkan secara daring pada 14 Juni. Hasilnya menunjukkan bahwa vaksin mRNA memiliki efektivitas sekitar 80 persen terhadap infeksi yang dikonfirmasi PCR. 

Dalam situasi tersebut, dua dosis AstraZeneca sekitar 60 persen efektif. Penelitian lain yang terbit 24 Mei di medRxiv menunjukkan bahwa pada dua pekan setelah dosis kedua, vaksin Pfizer BioNTech tercatat 88 persen efektif melawan penyakit simtomatik akibat varian Delta.

Kemungkinan rawat inap pun berkurang. Riset dari Public Health England pada 14 Juni membuktikan bahwa setelah pemberian dua dosisnya, vaksin Pfizer BioNTech 96 persen efektif mencegah rawat inap pasien yang terserang varian Delta. Sementara, dua dosis AstraZeneca 92 persen efektif.

"Karena vaksin AstraZeneca dan Johnson & Johnson didasarkan pada platform yang sangat mirip, orang dapat mengantisipasi dan membuat asumsi yang masuk akal bahwa hasil terhadap varian Delta setidaknya akan serupa, bahkan mungkin lebih baik," ungkap Fauci.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) sepakat bahwa penderitaan pasien dan kehilangan anggota keluarga yang terjadi akibat Covid-19 dapat dihindari dengan vaksin. Pemerintah AS menyediakan vaksin gratis untuk semua warganya yang berusia 12 tahun ke atas. 

Direktur CDC, Rochelle Walensky, mengingatkan agar semua orang segera divaksinasi, terutama yang berada di komunitas rentan dengan cakupan vaksin rendah. Dia pun meminta orang yang belum divaksin terus melindungi diri dengan memakai masker dan menghindari kerumunan untuk mencegah penularan.

Selaras dengan Fauci, Walensky memaparkan pula kesamaan dalam sebagian besar kasus kematian Covid-19 belakangan, yakni mayoritas pasien yang meninggal dunia belum divaksin. Hanya saja, CDC memaparkan jumlahnya 99,5 persen, dihimpun dari data negara bagian selama enam bulan terakhir.

"Vaksin resmi kami memberikan perlindungan terhadap varian yang beredar di negara ini, termasuk Delta. Ini cara kami melindungi individu, keluarga, dan komunitas. Mencegah penyakit parah, rawat inap, dan kematian akibat Covid-19," kata Walensky.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement