Oleh: Israr Itah, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Pesta sepak bola Eropa akan mencapai puncaknya pada Senin (12/7) dini hari nanti. Inggris akan menghadapi Italia pada final Euro 2020 di Stadion Wembley, London.
Skenario pertemuan Italia vs Inggris sudah banyak dilontarkan para pelatih, mantan pemain, ataupun pundit sepak bola Eropa. Penampilan konsisten sejak sebelum kejuaraan hingga sepanjang Euro 2020 berlangsung menempatkan kedua tim ini jadi unggulan.
Italia langsung memesona sejak fase grup dengan penampilan ofensifnya. Namun setelah masuk babak gugur, Gli Azzurri mendapatkan perlawanan ketat. Tim asuhan Roberto Mancini harus masuk ke babak tambahan waktu sebelum mengalahkan Austria 2-1 di 16 besar, menjegal Belgia dengan skor serupa di perempat final, dan akhirnya lolos ke final dengan mengalahkan Spanyol 4-2 lewat adu penalti. Banyak yang menyebut Italia dinaungi Dewi Fortuna bisa lolos dari permainan ofensif cemerlang Spanyol.
Sementara Inggris yang sedikit kurang meyakinkan pada fase grup justru makin panas ketika masuk babak gugur. Menggulung Jerman 2-0, mencukur Ukraina 4-0, dan menang 2-1 atas Denmark pada babak tambahan. Walau dipaksa bermain melebihi waktu normal, Inggris superior dengan mendominasi laga dan mencetak banyak peluang ketika menghadapi Denmark.
Kedua tim ini punya kemiripan dalam sisi ofensif. Italia dan Inggris sama-sama menghasilkan serangan berbahaya dari kedua sayap. Azzurri punya Federico Chiesa, Domenico Berardi, dan Lorenzo Insigne, sementara Inggris memiliki Raheem Sterling, Bukayo Saka, dan Jadon Sancho untuk menghadirkan ancaman dari sisi sayap.
Di pertahanan, kedua tim ini paling solid sepanjang Euro 2020. Inggris hanya kebobolan sekali, sementara Italia tiga. Ketangguhan pertahanan Inggris bakal mendapatkan ujian terbaik pada laga final nanti. Sebab, Italia merupakan tim paling ofensif berkaca pada catatan statistik. Azzurri juga tak punya ketergantungan pada sosok tertentu untuk mencetak gol. Dari 12 gol yang tercipta, Ciro Immobile, Federico Chiesa, Lorenzo Insigne, Manuel Locatelli dan Matteo Pessina masing masing mencetak dua gol. Nicolo Barella menyumbang satu gol dan satu lagi datang dari bunuh diri.
Gol-gol yang dicetak Italia juga datang dari berbagai sisi di dalam kotak penalti serta tembakan jarak jauh. Pelatih Inggris Gareth Southgate tak akan bisa meminta pemainnya mengunci satu atau dua pemain Italia, karena yang lainnya siap muncul untuk menggebrak.
Italia juga nomor satu di antara seluruh tim di Euro 2020 dalam urusan menciptakan peluang dan melancarkan serangan balik. Pada saat yang sama, Azzurri juga kerap menekan lawan mereka di sepertiga akhir dan sering merebut bola dengan menutup jalur operan tersebut. Pola awal 4-3-3 bisa berubah menjadi 3-2-5 atau 3-5-2 saat Italia menyerang ataupun melaukan press.
Lawan-lawan Italia dihadapkan pada kondisi pelik antara bertahan menunggu serangan Insigne dkk atau mencoba balik menekan sejak dari sepertiga pertahanan Azzurri.
Spanyol memilih menekan Italia sejak dari pertahanan mereka dengan memainkan false nine. Spanyol memaksa kiper Gianluigi Donnarumma serta duo bek gaek Leonardo Bonucci dan Giorgio Chiellini bermain bola panjang.
Italia memang tertekan untuk kali pertama sepanjang Euro 2020 karena kepiawaian Spanyol dalam memotong, mengontrol, dan mengalirkan bola. Namun tetap saja Azzurri mampu mencuri gol ketika dalam satu momen serangan kilat lewat sayap dituntaskan tendangan melengkung Chiesa.
Inggris tak sebaik Spanyol dalam mengontrol dan mengalirkan bola, tapi boleh jadi Southgate akan menduplikasi strategi Enrique. Yang menjadi perhatian Southgate adalah harus cepat mencegah bola tidak sampai ke Jorginho, seperti yang dilakukan Spanyol. Karena gelandang Chelsea ini menjadi otak sebagian besar aliran bola Italia ke depan jika serangan lawan mereka gagal.
Baik Mancini maupun Southgate tampaknya akan memilih bermain aman di awal laga dan melihat permainan lawan sebelum membuat keputusan taktikal penting di babak kedua. Kedua pelatih sejauh ini sudah membuktikan mampu meracik tim dengan baik sesuai lawan yang akan dihadapi. Mancini dan Southgate sejauh ini juga cukup responsif untuk membuat keputusan jitu saat game plan awal tak berjalan sesuai rencana.
Italia menunjukkan mereka bisa bermain bertahan lawan Spanyol setelah dalam laga-laga sebelumnya dominan menekan dan aktif melancarkan serangan. Inggris juga serupa. Southgate misalnya bisa mengubah formasi timnya dengan menggunakan tiga atau empat bek, sesuai kebutuhan. Masih banyak penyesuaian-penyesuain lain yang kerap dilakukan Southgate demi mendapatkan hasil akhir maksimal untuk Inggris.
Apa pun nanti yang terjadi, Italia sewajibnya mewaspadai bola mati, entah itu dari sepak pojok, tendangan bebas, atau lemparan bola ke dalam. Kelemahan Italia sepanjang Euro 2020, yang pada saat sama menjadi keunggulan Inggris, yakni duel udara. Italia tim paling sedikit memenangkan duel udara sepanjang Euro 2020.
Inggris sebaliknya. Laga kontra Ukraina menggambarkan dengan jelas keunggulan Inggris dalam aspek memanfaatkan bola mati lewat tendangan bebas dan sudut.
Kita juga tahu Southgate penggemar otak-atik bola mati. Ia sampai mempelajari sejumlah gerakan throw in di bola basket yang bisa diaplikasikan dalam situasi lemparan ke dalam di sepak bola. Atau bagaimana gerakan screen di bola basket diaplikasikan saat Inggris mendapatkan tendangan sudut atau tendangan bebas.
Jadi, selain harus mewaspadai kecepatan Sterling dan Sancho dalam transisi dari menyerang ke bertahan, Italia mesti bersiap betul dalam situsi bola mati dan duel udara ini. Jika tidak, Azzurri akan melihat Inggris berpesta di kandang sendiri dan mencetak sejarah meraih gelar pertama di Piala Eropa. Faktor bermain di kandang sendiri juga bakal menjadi keuntungan untuk Inggris.
Sebaliknya, jika Italia bisa meredam kecepatan Sterling dan Sancho, disiplin dalam bola mati, tak nervous oleh tekanan pendukung Inggris, atau reaktif terhadap keputusan wasit yang merugikan mereka, gelar Euro 2020 bisa jadi milik mereka.