Senin 12 Jul 2021 22:30 WIB

Pasar Coding di Indonesia Dinilai Masih Menjanjikan

Pendiri Dumbways menyebut pasar ahli coding amat tinggi bahkan di era pandemi

Di Indonesia meski coding belum menjadi mata pelajaran wajib untuk siswa di sekolah, pemerintah sudah mulai menyelenggarakan sekolah coding gratis. Sebut saja program Coding Mum dari Kemenparekraf, ataupun program pengkodingan lainnya yang diselenggarakan Kemnedikbudristek.
Foto: istimewa
Di Indonesia meski coding belum menjadi mata pelajaran wajib untuk siswa di sekolah, pemerintah sudah mulai menyelenggarakan sekolah coding gratis. Sebut saja program Coding Mum dari Kemenparekraf, ataupun program pengkodingan lainnya yang diselenggarakan Kemnedikbudristek.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketimpangan sumber daya manusia (SDM) di sektor digital masih menjadi isu yang belum terpecahkan. Berdasarkan penelitian ManpowerGroup, ketimpangan SDM global, termasuk Indonesia, meningkat dua kali lipat dalam satu dekade terakhir. 

Khusus di sektor teknologi yang berkembang pesat, menurut Kemendikbudristek, Indonesia kekurangan sembilan juta pekerja teknologi hingga tahun 2030. Hal itu berarti Indonesia memerlukan sekitar 600 ribu SDM digital yang memasuki pasar setiap tahunnya. Karena itu, perlu disiapkan SDM digital, khususnya yang paham dunia pengkodingan.

Di Singapura, yang mulai menjadikan coding sebagai kurikulum wajib bagi siswa sekolah dasar (SD). Di Indonesia meski coding belum menjadi mata pelajaran wajib untuk siswa di sekolah, pemerintah sudah mulai menyelenggarakan sekolah coding gratis. Sebut saja program Coding Mum dari Kemenparekraf, ataupun program pengkodingan lainnya yang diselenggarakan Kemnedikbudristek.

DumbWays termasuk penyedia coding bootcamp gratis di Indonesia. Pendiri DumbWays, Ega Wachid Radiegtya mengatakan, inddustri IT adalah salah satu sektor yang sedang naik daun saat ini. 

"Saya rasa masih banyak pasar yang bisa diambil, dan bisa dikembangkan lagi. Saya dan teman-teman pegiat atau founder startup juga memiliki masalah yang sama, yaitu susahnya mencari programmer yang kompeten, dari sini tentunya kita dapat membentuk programmer keren dan mempunyai skill yang dibutuhkan industri saat ini,” kata pendiri DumbWays, Ega Wachid Radiegtya di Jakarta, Senin (12/7).

DumbWays sejak berdiri April 2018, kini telah membuka kelas fullstack development dan DevOps untuk lulusan SMK atau S1 jurusan IT agar mereka bisa bekerja dengan layak sesuai jurusannya dengan gaji di atas UMR Jakarta. DumbWays memiliki lebih 300 lulusan yang bekerja di lebih 150 perusahaan rekanan (mitra DumbWays dalam penyaluran).

"Ya, salary para ahli coding memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Sekedar mengingatkan kembali, di Amerika Serikat, seorang desainer grafis, yang keahliannya dapat berkisar dari seni hingga desain web, menghasilkan rata-rata 51.640 dolar AS atau sekitar Rp 750 juta dalam setahun. Sementara ahli bahasa dapat berasal dari berbagai konsentrasi, ahli bahasa komputasi dapat menghasilkan sekitar 91.307 dolar AS atau sekitar Rp 1,3 miliar per tahun," kata Ega.

Begitu menjanjikannya profesi seorang coder, membuat permintaan pasar sangat tinggi bahkan di era pandemi saat ini. “Permintaan cenderung tinggi baik disaat pandemi maupun sebelum pandemi. Walaupun kebutuhannya sedikit berbeda, tinggal pintar-pintar saja kita membekali lulusan kami. Saya rasa untuk tahun mendatangpun InsyaAllah tentu akan bertumbuh," kata Ega menambahkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement