Kamis 15 Jul 2021 17:13 WIB

Satu Dosis Sputnik V Diklaim Bentuk Antibodi 

Studi menemukan antibodi terbentuk pada 3 pekan setelah suntikan dosis pertama.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang pria Palestina menerima suntikan vaksin virus corona Sputnik V buatan Rusia, di sebuah klinik UNRWA di Kota Gaza, Rabu (17/3). Otoritas Palestina mengatakan akan menerima 62.000 dosis vaksin virus corona melalui kemitraan Organisasi Kesehatan Dunia yang dirancang untuk membantu negara-negara miskin.
Foto: AP/Khalil Hamra
Seorang pria Palestina menerima suntikan vaksin virus corona Sputnik V buatan Rusia, di sebuah klinik UNRWA di Kota Gaza, Rabu (17/3). Otoritas Palestina mengatakan akan menerima 62.000 dosis vaksin virus corona melalui kemitraan Organisasi Kesehatan Dunia yang dirancang untuk membantu negara-negara miskin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi terbaru mengungkap dosis tunggal vaksin Sputnik V mungkin cukup untuk membangkitkan respons antibodi yang kuat terhadap SARS-CoV-2 pada orang yang sudah terinfeksi. Temuan studi itu diterbitkan dalam jurnal Cell Reports Medicine.

Studi sebelumnya menemukan dua dosis Sputnik V, vaksin vektor yang diproduksi menggunakan kombinasi dua adenovirus, menghasilkan 92 persen kemanjuran terhadap infeksi COVID-19. Adenovirus adalah virus umum yang menyebabkan berbagai penyakit dengan gejala seperti pilek seperti demam dan sakit tenggorokan. 

 

Studi meneliti apakah dosis tunggal vaksin Sputnik V akan mencapai manfaat kesehatan masyarakat yang lebih besar daripada dua dosis. Apalagi dengan memungkinkan perlindungan populasi yang lebih besar dan lebih cepat.

 

"Karena pasokan vaksin yang terbatas dan distribusi vaksin yang tidak merata di banyak wilayah di dunia, otoritas kesehatan sangat membutuhkan data tentang respons imun terhadap vaksin untuk mengoptimalkan strategi vaksinasi," kata penulis senior studi Andrea Gamarnik dari Fundacion Instituto Leloir-CONICET di Buenos Aires, Argentina dilansir dari Indiatimes pada Kamis (15/7).

 

"Data tinjauan sejawat yang kami sajikan memberikan informasi untuk memandu keputusan kesehatan masyarakat sehubungan dengan darurat kesehatan global saat ini," kata Gamarnik. 

 

Para peneliti mencatat bukti dari vaksin lain menawarkan dukungan untuk pendekatan sekali pakai. Dalam studi terbaru, para peneliti membandingkan efek satu dan dua suntikan Sputnik V pada respons antibodi spesifik SARS-CoV-2 pada 289 petugas kesehatan di Argentina. 

 

Diketahui, tiga pekan setelah dosis kedua, semua sukarelawan tanpa infeksi sebelumnya menghasilkan antibodi imunoglobulin G (IgG) spesifik virus. Ini adalah jenis antibodi yang paling umum ditemukan dalam darah.

 

Namun, bahkan dalam waktu tiga pekan setelah menerima dosis pertama, 94 persen dari peserta ini mengembangkan antibodi IgG terhadap virus, dan 90 persen menunjukkan bukti antibodi penawar, yang mengganggu kemampuan virus untuk menginfeksi sel.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement