Ahad 18 Jul 2021 07:44 WIB

Ahli Ingatkan Bahaya Suntikan Booster Covid-19 Terlalu Cepat

Ada konsekuensi suntikan ketiga vaksin atau 'booster' yang patut diwaspadai.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Ada konsekuensi suntikan ketiga vaksin atau 'booster' yang patut diwaspadai.
Foto: PxHere
Ada konsekuensi suntikan ketiga vaksin atau 'booster' yang patut diwaspadai.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyebaran varian Delta yang cepat memunculkan pertanyaan mengenai perlu atau tidaknya mendapatkan dosis ketiga vaksin Covid-19. Menurut beberapa ahli, mendapatkan dosis ketiga atau booster terlalu cepat memilki konsekuensi yang patut diwaspadai.

Kepala Divisi Penyakit Menular Anak dari University of Utah School of Medicine Andrew T Pavia MD IDSA menyoroti adanya potensi masalah bila booster vaksin Covid-19 diberikan terlalu cepat. Sama seperti vaksin lain, Pavia mengatakan ada kondsii yang langka di mana ketika seseorang mendapatkan lebih banyak dosis, respons imunnya justru tak bekerja optimal.

Baca Juga

"Sebuah masalah jarang terjadi ketika Anda mendapatkan lebih banyak dosis, Anda sebenarnya memiliki respons imun yang teredam," ungkap Pavia, seperti dilansir BestLife, Ahad (18/7).

Hal senada juga diungkapkan ahli imunologi dari University of Pennsylvania John Wherry. Wherry mengatakan ketika seseroang mendapatkan banyak dosis vaksin, sistem imun akan berhenti belajar memproduksi antibodi untuk melawan material yang dipaparkan oleh vaksin-vaksin lain.

"Pada titik itu, sel-sel mengalami semacam burnout dari terlalu banyaknya informasi," tutur Wherry.

Pavia menambahkan, masalah seperti ini mungkin dapat terjadi pada jenis vaksin Covid-19 tertentu. Akan tetapi, Pavia masalah ini kemungkinan tak akan terjadi pada vaksin Covid-19 jenis mRNA seperti vaksin Moderna atau Pfizer.

Beberapa ahli juga menunjukkan kehawatiran mereka terkait konsekuensi kesehatan yang mungkin muncul akibat dosis vaksin tambahan. Deputi Direktur CDC Jay Butler mengatakan data statistik menunjukkan bahwa efek samping cenderung lebih banyak terjadi setelah pemberian dosis kedua dari vaksin beregimen dua dosis.

Berdasarkan hal tersebut, Butler menilai perlu ada lebih banyak data untuk menjamin bahwa pemberian dosis ketiga atau booster vaksin Covid-19 tak akan memicu kondisi yang berpotensi berbahaya.

"Kami sangat tertarik untuk mengetahui apakah dosis ketiga berkaitan atau tidak dengan risiko reaksi merugikan yang lebih tinggi, khususnya beberapa efek samping yang lebih berat walaupun jarang terjadi," ungkap Butler.

Sebagian ahli yang mendukung pemberian dosis ketiga vaksin Covid-19 kerap mengacu pada hasil studi yang dilakukan di Israel. Studi tersebut menunjukkan bahwa efikasi vaksin pfizer menurun dari 94 menjadi 64 persen ketika dihadapkan pada varian Delta.

Akan tetapi, orang-orang yang mengkritik penambahan dosis vaksin mengacu pada studi berskala lebih besar yang dilakukan di Inggris. Studi tersebut menunjukkan bahwa pemberian dua dosis vaksin Covid-19 masih memiliki efikasi sebesar 88 persen dalam memberikan perlindungan terhadap varian Delta.

Hal lain yang menjadi masalah dalam wacana pemberian dosis ketiga vaksin Covid-19 adalah penyebaran vaksin yang belum merata di dunia. Saat ini, negara-negara yang lebih kaya memiliki kemampuan untuk memberikan booster kepada orang-orang yang sudah menjalani vaksinasi lengkap. Namun bila hal tersebut dilakukan, pasokan vkasin untuk negara-negara lain yang kurang mampu dan lebih mebutuhkan akan terkikis.

"Priortias saat ini adalah memvaksinasi mereka yang belum menerima dosis (vaksin) dan perlindungan," tukas Direktur Jendral Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus PhD.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement