REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia memberikan persetujuan untuk melanjutkan uji klinis yang mencampurkan vaksin asal Inggris AstraZeneca/Universitas Oxford dan vaksin Rusia Sputnik V, menurut daftar obat negara Rusia. Komite etik Kementerian Kesehatan pada Mei menunda persetujuan proses uji klinis tersebut, dan meminta informasi tambahan.
Dilansir dari reuters, Selasa (27/7), berdasarkan daftar obat pemerintah, lima klinik Rusia akan mengadakan uji coba yang dijadwalkan rampung pada awal Maret 2022. Vaksin AstraZeneca/Oxford dan Sputnik V menggunakan dua dosis, yakni dosis awal dan dosis penguat. Namun, Sputnik V menggunakan vektor virus yang berbeda untuk dua dosisnya. Dana Investasi Langsung Rusia (RDIF), yang mempromosikan penggunaan vaksin Sputnik V, menyambut baik keputusan untuk melanjutkan uji coba tersebut.
"Saat ini, RDIF sedang melakukan uji klinis gabungan untuk mencampurkan komponen awal Sputnik V (vaksin Sputnik Light) dengan vaksin dari manufaktur asing yang lain," tulis RDIF melalui pernyataan.
Secara khusus, vaksin Sputnik Light dapat digunakan dalam campuran dengan vaksin lain untuk meningkatkan efektivitasnya termasuk melawan varian baru yang muncul sebagai hasil dari mutasi virus. Kemudian, yang disebut vaksin viral vektor menggunakan virus modifikasi yang tidak berbahaya sebagai perantara, atau vektor, untuk membawa informasi genetik yang membantu tubuh membangun imunitas terhadap infeksi di masa depan.
Uji coba vaksin COVID-19 pada manusia yang mencampurkan vaksin AstraZeneca/Oxford dengan Sputnik V telah mengantongi persetujuan di Azerbaijan, Uni Emirat Arab, Belarus, serta Argentina.