REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei lingkungan belajar yang dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus mendapatkan kritikan. Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Jejen Musfah, salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam survei tersebut yakni ketidaksesuaian dengan kondisi pandemi Covid-19.
"Dalam konteks pandemi, kedua topik ini (toleransi dan keamanan) memang kurang relevan karena seharusnya lebih lebih fokus pada variabel efektivitas pembelajaran daring, luring, atau bauran," kata Jejen, dihubungi Republika, Rabu (28/7).
Ia mengatakan Kemendikbudristek perlu menjelaskan mengapa pertanyaan-pertanyaan terkait toleransi muncul di dalam survei tersebut. Menurut dia, penjelasan ini penting agar masyarakat tidak mengalami mispersepsi.
Sementara itu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) berpendapat agar soal-soal di dalam survei tersebut dievaluasi kembali. Sebab, pertanyaan-pertanyaan di dalam survei dikhawatirkan bisa menimbulkan konflik.
Sekjen FSGI Heru Purnomo mengatakan soal-soal survei tersebut terkesan memberi justifikasi kepada guru dan kepala sekolah yang menjawabnya. Menurutnya, Kemendikbudristek perlu lebih menyesuaikan soal-soal survei dengan Permendikbudristek 17 Tahun 2021 tentang Asesmen Nasional.
Survei lingkungan belajar adalah bagian dari Asesmen Nasional (AN). Di dalam AN mencakup tiga komponen utama, yakni Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) literasi dan numerasi, survei karakter, dan survei lingkungan belajar.
Heru mengatakan, jika dihubungkan dengan Permendikbudristek 17/2021 maka survei lingkungan belajar mestinya lebih menonjolkan kepada pertanyaan soal keamanan, dan kondisi kebhinekaan. Namun, jangan sampai pertanyaannya bersifat tendensius dan menimbulkan potensi justifikasi.
"Memang harus diperbaiki. Supaya tidak menimbulkan konflik potensial yang mengarah pada intoleransi," kata Heru menegaskan.
Salah satu guru sekolah swasta di Jakarta Selatan, Ali Rahmat, juga memiliki pendapat serupa. Sebagai guru yang pernah mengisi survei lingkungan belajar, Ali mengatakan perlu ada evaluasi terkait dengan soal survei tersebut.
"Kalau ini memang ada evaluasi, jangan lagi memasukkan poin-poin yang sifatnya lebih politis. Jadi, yang profesional saja," kata Ali.
Ia berpendapat, survei lingkungan belajar mestinya lebih berfokus kepada lingkungan pendidikan atau satuan pendidikan. Ali juga mengatakan, perlu ada juga pertanyaan tentang potensi perundungan dan kondisi sosial siswa serta guru.
"Misal tentang keamanannya, kebersihannya, jaraknya dengan jalanan. Kira-kira begitu," kata dia lagi.
Survei lingkungan belajar sebelumnya dilakukan kepada sekolah-sekolah yang mengikuti program Sekolah Penggerak. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Balitbangbuk) Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengatakan survei ini merupakan salah satu uji coba sebelum Asesmen Nasional (AN) dilakukan.
"Nanti akan ada kajian dari tim teknis. Masukan-masukan yang terkumpul juga data yang terkumpul dari sekolah penggerak akan dikaji oleh tim pengembang instrumennya. Dan itu akan menjadi dasar dalam versi berikutnya. Artinya untuk AN," kata Anindito.