Sabtu 31 Jul 2021 11:17 WIB

Duet Varian Covid-19 Delta-Beta Bisa 30 Kali Lebih Mematikan

Laporan SAGE menyebut bergabungnya dua varian bisa membuat Covid-19 kian mematikan.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Pasien Covid-19 dibawa menuju RS Royal London, Inggris, Senin (14/6). Peneliti di Inggris menyebut Covid-19 dapat lebih mematikan ketika varian delta dan beta menjadi rekombinan.
Foto: EPA-EFE/ANDY RAIN
Pasien Covid-19 dibawa menuju RS Royal London, Inggris, Senin (14/6). Peneliti di Inggris menyebut Covid-19 dapat lebih mematikan ketika varian delta dan beta menjadi rekombinan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekhawatiran bahwa SARS-CoV-2 dapat terus berkembang menjadi berbagai jenis varian kian mencuat. Terlebih, menurut laporan Scientific Advisory Group for Emergencies (SAGE), varian delta yang bergabung dengan beta bisa meningkatkan risiko gejala berat Covid-19 hingga 30 kali lebih mematikan.

Saat ini, tingkat kematian akibat Covid-19 di Inggris diestimasikan sekitar satu hingga tiga persen. Ini artinya, kurang dari lima dari setiap 100 orang yang positif Covid-19 kemudian meninggal adalah mereka yang belum mendapatkan vaksinasi.

Para ahli SAGE mengatakan, tingkat kematian tersebut dapat meningkat, bahkan mungkin menjadi mirip dengan sindrom pernapasan akut parah (SARS) dan sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS). Keduanya merupakan penyakit wabah yang juga berasal dari virus corona, yang masing-masing muncul pada 2000 dan 2012.

SARS dan MERS saat ini memang sudah tidak lagi menyebar, namun sekitar 10 hingga 30 persen orang yang tertular meninggal. Studi terbaru SAGE menyebutkan bahwa Covid-19 bisa menjadi sama mematikannya dengan dua penyakit yang berasal dari virus corona ini ketika dua variant of concern bergabung jadi satu.

Dilansir The Sun, delta sebagai varian yang pertama kali ditemukan di India memiliki tingkat penularan yang sangat tinggi. Tak hanya jika digabungkan dengan beta, Covid-19 bisa jauh lebih mematikan dan dengan mudah menyebar juga ketika tergabung dengan alpha.

Simon Clarke, seorang profesor mikrobiologi seluler dari University of Reading, mengatakan bahwa studi tersebut sangat masuk akal. Hal ini di antaranya adalah karena virus masih menyebar pada tingkat yang begitu tinggi.

"Meski dua varian jarang dapat bergabung, tapi ini mungkin terjadi yang disebut sebagai peristiwa rekombinasi," ujar Clarke.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement