REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) berpesan kepada orang tua agar menghindari bentuk kasih sayang negatif. Salah satunya, berlebihan dalam melayani anak.
Ketua IDAI cabang Jawa Tengah, Fitri Hartanto, mencontohkan, pada saat harusnya belajar, orang tua terkadang tidak memberi kesempatan kepada anak untuk belajar. "Misalnya, dia harusnya belajar berbicara, kalau mau minum dia harus bilang 'minum'. Namun saat anak ini sudah sering sekali dilayani, dia ingin sesuatu tinggal tunjuk, atau menarik tangan orang tua, orang tua sudah tahu anak ini minta minum," kata dia dalam sebuah webinar tentang anak, Ahad (1/8).
Walau ada kesan kebiasaan langsung memberikan apa yang anak tunjuk dapat memudahkannya, namun akhirnya malah bisa berujung dia terlambat bicara. "Bagi orang tua, dikasih minum langsung. Tetapi hal ini tidak memberikan kesempatan anak untuk belajar bicara. Yang terjadi nanti, keterlambatan bicara," ujar Fitri yang berpraktik di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi Semarang itu.
Menurut Fitri, pola asuh yang permisif ini juga dapat menyebabkan gangguan perilaku anak. Anak terbiasa mendapatkan semua yang dia inginkan. Namun karena dia tidak diberikan pembelajaran, saat dia tak mendapatkan apa yang dia inginkan, maka cukup menangis.
"Kalau kita tidak berikan pembelajaran yang benar maka gangguan perilaku tantrum akan terjadi pada anak, sehingga berikan kasih sayang positif," ujarnya.
Fitri mengingatkan, selain kasih sayang, agar anak bisa tumbuh, berkembang dan potensi genetiknya optimal, maka dia juga membutuhkan asupan nutrisi yang cukup seperti makanan, cairan, serta lingkungan sehat termasuk kondisi rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik. Selain itu, jangan lupa memberi mereka stimulasi sesuai usianya dan memantau kesehatannya.
"Bagaimana mungkin anak dipenuhi nutrisinya saja. Diberikan asupan makanan saja, tetapi tidak distimulasi, maka tak akan optimal potensi genetiknya," kata dia.
Menurut IDAI, ada beberapa tahapan perkembangan bicara anak normalnya. Anak usia 0-6 bulan misalnya, baru dapat membuat suara-suara seperti 'aah' atau 'uuh' yang dikenal sebagai cooing, lalu berkembang menjadi babbling atau mengoceh dengan satu kata tunggal misalnya 'papapapa'.
Pada usia 6-12 bulan, anak mulai memahami nama-nama orang dan benda. Dia sudah bisa mengucapkan satu kata, misalnya mama dan papa. Saat usianya berada pada rentang 12-18 bulan, dia sudah bisa mengucapkan 3-6 kata dengan kosakata 5-50 kata.
Untuk mengoptimalkan perkembangan bicara dan bahasa anak, Amanda Soebadi dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM, menyarankan Anda rajin berbicara dan berkomunikasi dengan anak, dimulai pada masa bayi. Kapanpun dan di manapun Anda berada bersama anak Anda, katakanlah apa yang sedang terjadi, apa yang sedang Anda lakukan, dan sebutkan nama benda-benda yang ditemui.
Menurut Amanda, seperti dikutip dari laman resmi IDAI, walau bayi yang sangat muda belum bisa berbicara, kata-kata yang didengarnya akan menjadi bekal dalam perkembangan bicara dan bahasanya. Selanjutnya, Anda juga bisa membacakan cerita. Kegiatan ini bisa menjadi cara yang baik untuk meningkatkan kosakata anak. Bayi dan anak kecil biasanya tertarik pada cerita yang bersajak. Sembari membaca, cobalah ajak anak menunjuk gambar dan menyebut nama benda yang ditunjuk.