REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi XI DPR RI mendorong industri asuransi untuk melakukan percepatan inovasi teknologi digital agar dapat beradaptasi dengan situasi pandemi. Salah satunya melalui insurance technology (insurtech) atau teknologi asuransi.
Wakil Ketua Komisi XI Fathan Subchi mengatakan, laju perubahan yang terjadi saat ini tidak tertahankan. Saat ini, kata dia, perusahaan asuransi kelas dunia terus melakukan perubahan yang berarti dalam menghadapi tantangan. Mereka, menurut Fathan, telah bertransformasi menjadi perusahaan digital.
"Korporasi asuransi merasakan benefit dari digitalisasi ini. Pertama, efisiensi SDM. Kedua, kecepatan proses persetujuan asuransi, yang jauh lebih pendek. Biasanya memakan waktu satu hari kini menjadi satu jam," ujar Fathan saat webinar 'Insurance Industry Mid Year Outlook' seperti dalam keterangannya, Kamis (5/8).
Menurutnya, hal ini mengubah perilaku para pelaku industri dan berkontribusi terhadap akselerasi penetrasi asuransi domestik. Politisi PKB ini menuturkan, pengguna internet yang semakin besar di Indonesia menjadi peluang bagi pertumbuhan industri asuransi.
"Penetrasi internet di awal tahun ini mencapai 73,7 persen dari 275 juta penduduk Indonesia. Ini hal bagus. Industri asuransi perlu menyuguhkan variasi produk agar masyarakat memiliki alternatif," katanya.
Fathan Subchi menambahkan, saat ini tantangan yang dihadapi industri asuransi amat mirip dengan industri keuangan lainnya. Tantangan tersebut di antaranya rendahnya literasi dan inklusi sehingga akses ke industri keuangan termasuk asuransi menjadi terbatas.
"Persoalan rendahnya literasi dan inklusi ini menjadi tantangan tersendiri, ini harus dipecahkan bersama-sama oleh stakeholder industri keuangan di Tanah Air,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Fathan secara khusus menyoroti rendahnya respons penyelenggara asuransi terhadap klaim nasabah. Situasi ini kerap memunculkan stigma negatif atas industri asuransi secara umum.
“Hal ini harus menjadi perhatian dan peningkatan prioritas kemudahan kepastian pelayanan kepada nasabah. Dengan begitu tingkat kepercayaan masyarakat akan semakin meningkat," katanya.
Politikus PKB ini juga meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar benar-benar mengawasi Produk Asuransi yang Diinvestasikan (PAYDI). Jika tidak ada mekanisme pengawasan ketat dia mendesak agar kemudahan pemasaran PAYDI melalui video call dan e-sign ditinjau ulang.
“Adanya celah regulasi yang diberikan OJK untuk memasarkan PAYDI melalui video call dan e-sign perlu ditinjau ulang karena pemahaman masyarakat yang masih minim dan adanya risiko terkait penempatan investasi yang tidak menguntungkan. Untuk itulah mengapa amat penting peningkatan literasi dan inklusi asuransi di masyarakat," ujar dia.