Oleh : Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional UI
REPUBLIKA.CO.ID, Latihan bersama antara TNI AD dan US Army dengan nama Garuda Shield telah berakhir dengan sukses. Bagi Indonesia yang menjalankan politik luar negeri bebas aktif, tentu latihan bersama tidak dapat dimaknai seolah Indonesia lebih mendekat dengan Amerika Serikat (AS) dibandingkan dengan negara lain, utamanya China.
Belakangan ini memang AS dan China terlibat persaingan untuk mendapatkan dominasi di berbagai belahan dunia, tetapi lebih intensif di Laut China Selatan. Indonesia bagi AS dan China menjadi negara kunci untuk diperebutkan karena nilai strategis dalam banyak aspek.
Dalam posisi demikian Indonesia mendapat banyak tawaran yang datangnya dari kedua negara yang memperebutkannya. Mulai dari utang luar negeri, pemberian vaksin gratis, hingga latihan bersama antarmiliter. Tawaran ini diharapkan Indonesia lebih condong ke salah satu pihak.
Bagi Indonesia tentu tawaran-tawaran yang diberikan tidak perlu ditolak, justru harus diterima dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan nasional. Politik luar negeri bebas aktif harus dimaknai sebagai Indonesia berteman dengan semua negara dan menerima berbagai tawaran dari negara manapun sepanjang tidak menciderai kepentingan Indonesia. Politik luar negeri Indonesia harus mengabdi pada kepentingan nasional.
Dalam konteks demikian Garuda Shield yang merupakan latihan bersama Angkatan Darat Indonesia dan AS di tidak dapat dimaknai sebagai Indonesia condong ke AS. Bahkan merupakan persepsi yang salah bila Garuda Shield dianggap menciderai politik luar negeri bebas aktif.
Sebagaimana ditegaskan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa, tujuan utama dari latihan bersama ini adalah agar prajurit AD yang terlibat dapat mengembangkan jejaring mereka dengan para prajurit AS. Di samping tentunya saling menimba pengalaman dan pengetahuan teknik berperang.