REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyantap potongan buah semangka di tengah cuaca panas memang menyegarkan. Akan tetapi, sebelum mengonsumsinya lagi dan lagi, ada baiknya mengetahui efek baik sekaligus buruk dari makan buah semangka.
Komposisi nutrisi buah berair ini sangat banyak, seperti vitamin A, vitamin C, dan antioksidan. Namun, menurut sains, semangka bisa menyebabkan beberapa hal berikut, dikutip dari laman Eat This, Jumat (6/8).
1. Memperburuk masalah pencernaan
Semangka tinggi fruktosa yang merupakan senyawa tanaman dalam kategori FODMAPs. Orang dengan riwayat masalah pencernaan, seperti Irritable Bowel Syndrome (IBS), perlu membatasi konsumsi semangka.
Perlu diingat bahwa tidak semua orang rentan terhadap FODMAP. Meski demikian, jika mengalami masalah perut dan terasa semakin parah setelah makan semangka, bisa jadi buah tersebut memang berkontribusi terhadap gangguan.
2. Memicu migrain
Studi terkini mengungkap buah semangka berpotensi memicu migrain dibandingkan buah-buahan lainnya. Jenis buah lain yang ditinjau peneliti termasuk markisa, jeruk, nanas, anggur, pisang, mentimun, dan pepaya.
Semangka dikaitkan dengan lebih banyak kasus migrain, lazimnya terjadi beberapa menit setelah mengonsumsi buah. Hampir 30 persen peserta mengalami migrain dalam waktu sekitar 90 menit setelah mengonsumsi semangka.
3. Membantu menetralkan sel kanker
Jangan cemas dulu membaca dua efek tadi, sebab semangka kaya akan antioksidan yang membantu menetralisir radikal bebas dalam tubuh. Semangka mengandung 40 persen lycopene lebih banyak dari tomat, antioksidan yang dapat menolong melawan kanker dan memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak.
4. Meningkatkan rasa kenyang
Makan semangka meningkatkan sensasi kenyang karena kandungan airnya yang tinggi. Dengan kata lain, seseorang bisa memakannya lebih banyak untuk kalori total yang lebih rendah jika dibandingkan dengan buah lainnya.
5. Membantu mengatur berat badan
Dalam studi terbitan 2019 di Nutrients, terbukti bahwa makan dua porsi semangka per hari meningkatkan upaya pengelolaan berat badan. Peneliti membandingkannya dengan kue isocaloric atau kue rendah lemak.