Sabtu 14 Aug 2021 05:01 WIB

Sudah Rindu Bioskop Belum?

Bioskop bisa menjadi pelepas penat di masa pandemi.

 Masyarakat memakai masker sebagai antisipasi terhadap virus corona saat tiba di bioskop KCM Cinemas Bekasi, Jawa Barat, Kamis, 5 November 2020.
Foto: AP/Achmad Ibrahim
Masyarakat memakai masker sebagai antisipasi terhadap virus corona saat tiba di bioskop KCM Cinemas Bekasi, Jawa Barat, Kamis, 5 November 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, Mendengar kata bioskop, memori saya langsung berjalan mundur ke tahun 2002. Itu pertama kalinya saya yang masih SMP berani ke bioskop bersama teman-teman (tanpa orang tua).

Kala itu, saya dan tiga orang dari Tebet menuju Menteng, tepatnya ke bioskop Megaria (saat ini bernama Metropole XXI). Lokasinya berada di sudut Jalan Pegangsaan dan Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Kami berniat menonton film 'Ada Apa dengan Cinta?' (AADC) yang sangat booming waktu itu.
 
Memasuki lobi, orang-orang menoleh ke arah kami. Awalnya saya bingung apa arti pandangan mereka, tapi belakangan saya mengerti arti tatapan itu.
 
Lobi Megaria saat itu penuh sesak dengan anak-anak muda yang juga ingin menonton film AADC. Saking penuhnya, mereka lesehan di lantai. Kondisi serupa tampak di sepanjang koridor bioskop. Pemandangan orang-orang lesehatan di lantai bioskop tak lagi kita jumpai saat ini, sebab pengelola bioskop melarangnya.
 
Saya dan kawan-kawan sempat kesulitan menuju loket pembelian tiket nonton karena banyaknya orang yang duduk di lantai. Setelah berhasil melewati mereka, sayang, kami kurang mujur. Tiket nonton film AADC ludes sedari siang.
 
Akhirnya saya paham, arti pandangan orang-orang saat pertama kami masuk lobi. Di benak mereka mungkin menganggap kami kurang kerjaan, berani-beraninya baru datang malam hari membeli tiket film, sementara mereka sudah “berebut” sejak siang. Tapi tak apa, toh saya berhasil menontonnya di lain kesempatan, dengan persiapan yang lebih matang.
 
Sedikit cerita tentang bioskop Megaria. Kondisi bioskop yang saya datangi 19 tahun lalu tidak seperti sekarang. Struktur utama bangunan memang masih sama. Status Metropole yang ditetapkan pada 1993 sebagai cagar budaya kelas A tak memungkinkan bangunan tersebut dirombak. Bangunan bergaya Art Deco masih tetap dipertahankan oleh bioskop pertama di Jakarta ini.
 
Namun, kondisi lobi jauh berbeda. Dulu, masih tampak ala kadarnya. Kini, bioskop yang berubah namanya menjadi Metropole XXI sejak 2008 itu menjelma menjadi cantik. Kesan klasik masih sangat dipertahankan. Tetapi, ada tambahan ornamen yang membuat penonton betah. Ada pilar kayu, lampu gantung, dan pintu berwarna putih dengan perpaduan gaya lawas dan modern.
 
Mungkin bagi sebagian orang yang datang ke Metropole XXI akan menganggap kondisi tersebut biasa saja, tak ada bedanya dengan bioskop lain di Jakarta. Namun bagi saya, perubahan ini membahagiakan. Senang rasanya melihat bioskop yang dulu saya datangi sangat sumpek, kini menjadi sangat nyaman dan bagus.
 
Kondisi penuh sesak bioskop oleh penonton tak hanya saya alami di Jakarta. Ketika berkuliah di Semarang pada 2006 hingga 2010, saya juga sering mengalaminya. Maklum, saat itu hanya ada dua bioskop di Kota Atlas tersebut yakni di Mal Ciputra dan E-Plaza.
 
Setiap film blockbuster dirilis, muda-mudi sudah antre sejak pukul 10.00 WIB, bersamaan dengan jam mal dibuka. Di bioskop 21 Mal Ciputra, antrean mengular jauh melewati pintu masuk bioskop. Seingat saya, antrean itu terjadi saat penayangan film 'Iron Man', 'The Dark Knight', 'Transformers', 'Harry Potter', 'Twilight', 'Fast & Furious', dan 'Ayat-Ayat Cinta'. Meski mengantre sejak pagi, banyak juga yang hanya kebagian jadwal nonton malam.
 
Dari sana terlihat kecintaan orang-orang pada film maupun bioskop sangat besar. Bisa jadi juga karena saat itu layanan film streaming belum banyak seperti sekarang sehingga mereka mengandalkan bioskop sebagai alternatif hiburan.
 
Saat ini, antrean gila-gilaan di bioskop jarang ditemui. Mungkin karena sudah ada layanan pembelian tiket secara daring yang membuat penonton tak perlu antre bermenit-menit atau berjam-jam untuk menikmati film favorit mereka. Ditambah lagi jumlah bioskop bertambah sehingga orang-orang bisa menyebar, tidak terkonsentrasi di lokasi yang sama.
 
Apapun cara pembelian tiket, di mana pun orang memilih bioskop, bioskop selalu ramai, terutama di lobi beberapa menit menjelang pemutaran film. Ada yang sembari antre membeli camilan untuk nanti di dalam studio, ataupun sekadar mengobrol bersama teman nonton.
 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement