REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Sejarawan dan Budayawan Betawi.
Ini kisah sejati yang diceriitakan M. Natsir tentang peristiwa waktu ia menjabat Mentri Penerangan Kabinet Syahrir. Kejadiannya menjelang 1949. Saat itu Kartosuwiryo sudah melakukan pembangkangan terhadap pemerintah pusat.
Tak hanya itu, dia malah ngancem-ngancem mau proklamirkan Negara Islam. Partai-partai Islam menolak rencana Karto. "Perjuangan Islam harus berlandaskan hukum dan konstitusi,'' begitu pendapat partai Islam kala itu.
Terkait pembangkangan Karto, selaku Mentri Penerangan, Natsir ke Bandung dan bermalam di Hotel Savoy Homan. Natsir mengontak Ustadz Ahmad Hassan Bandung Guru Persatuan Islam untuk sampaikan pesan ke Karto agar batalkan niat bikin negara Islam.
Ahmad Hassan (AH): "Kalau saudara tugaskan saya temui Karto, kasih saya surat."
Kemudian, M. Natsir tulis surat itu. Dan karena darurat sudah mencari kertas kosong, maka dia menulis suratnya dengan memakai kertas surat horel.
Beberapa waktu kemudian, Ustadz Hassan temui Karto di Malangbong, Garut. Karto baca surat itu dan langsung kembalikan surat itu ke Ustadz Hassan sambil berkata."Natsir tentu disuruh Belanda, suratnya saja pake kertas hotel."
Ketika Abdul Gafur Menpora, ia minta saya tulis buku Kongres Pemuda II 1928 yang hasilkan Sumpah pemuda. Ia serahkan pada saya bundel notulen rapat-rapat hasil Kongres Pemuda. "Pelajari, Rid, " katanya.
Beberapa hari kemudian saya temui Gafur.
Ridwan Saidi (RS): "Fur, ini notulen kayaknya gak mudah untuk diterbitkan, tapi terserah saja lah.""
Abdul Gafur (AG): "Gak mudah kenapa? Dananya ada, kok."
RS: "Fur, di Kongres Pemuda II, Kartosuwiryo bicara (pidato,red) tiga kali. pigimane mau terbitkan?"
AG: "Waduh Rid, jangan jangan jangan..," kata Gafur sambil goyang-goyangan kedua telapak tangannya.