REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Semua orang membenci polusi plastik. Apalagi plastik yang dibuang ke laut. Kita tidak suka melihat foto penyu yang tertangkap di jaring ikan yang dibuang sembarangan ke laut. Kita juga kerap dibuat prihatin dengan banyaknya mikroplastik yang terpaksa dikonsumsi oleh ikan.
Namun, ada hewan yang sepertinya justru menyukai plastik. Kelomang merupakan salah satu spesies laut yang tidak merasa begitu negatif terhadap masalah plastik laut yang menggunung. Zat aditif dalam plastik bernama Oleamide dikenal sebagai feromon seks dan stimulan untuk spesies laut tertentu, termasuk udang.
Tim peneliti di University of Hull telah menemukan bahwa ketika kelomang terkena bahan kimia ini, tingkat pernapasan mereka meningkat. Mereka menunjukkan kegembiraan dan ketertarikan.
"Studi kami menunjukkan bahwa oleamide menarik kelomang," kata Paula Schirrmacher, kandidat PhD yang mengerjakan makalah tersebut, dilansir di Euronews, Ahad (15/8).
Ia menjelaskan, tingkat respirasi meningkat secara signifikan sebagai respons terhadap konsentrasi oleamida yang rendah. Kelomang menunjukkan daya tarik perilaku yang sebanding dengan respons mereka terhadap stimulan makan.
Oleamida juga memiliki kemiripan yang mencolok dengan asam oleat, bahan kimia yang dilepaskan oleh arthropoda selama dekomposisi. Kelomang mungkin salah mengidentifikasi oleamida sebagai sumber makanan, menciptakan jebakan.
IUCN memperkirakan bahwa setidaknya 7,2 juta ton plastik dibuang ke lautan setiap tahun. Para ilmuwan yang mengerjakan penelitian ini telah menghasilkan makalah lain yang meneliti bagaimana invertebrata laut di sepanjang pantai Yorkshire dipengaruhi oleh perubahan iklim dan polusi plastik.
Kerang dipelajari oleh tim, yang melihat bagaimana pengasaman laut dan polusi plastik berdampak pada spesies secara berbeda, tergantung pada jenis kelamin mereka.
"Sangat penting untuk memahami bagaimana aditif plastik bekerja pada tingkat molekuler, terutama pada keberhasilan reproduksi," jelas Luana Fiorella Mincarelli, mahasiswa PhD lain yang bekerja di cluster penelitian.
"Kami telah menemukan bahwa efek toksik mereka dapat diperkuat dalam skenario perubahan iklim," katanya.
Penelitian Mincarelli menemukan bahwa kerang biru jantan sebagian besar dipengaruhi oleh peningkatan suhu. Sementara kerang betina lebih sensitif terhadap bahan kimia beracun dalam banyak jenis plastik, yang dikenal sebagai DEHP.
Makalahnya menyimpulkan bahwa kenaikan suhu di laut dan polusi plastik dapat berdampak signifikan pada siklus perkembangbiakan invertebrata laut, yang berdampak negatif pada tingkat reproduksi.