REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Program relaksasi pajak yang ditetapkan pemerintah bagi pembelian kendaraan bermotor diharapkan dapat dilanjutkan. Hal itu dibutuhkan agar memberikan dampak yang lebih masif.
Menurut peneliti Institute for Strategics Inisiative (ISI), Luky Djani kebijakan diskon Pajak Penjualan Barang Mewah ditanggung pemerintah(PPnBM DTP) kendaraan bermotor memang memiiliki resiko berupa potensi penerimaan negara yang hilang (Loss). Namun, kebijakan ini juga memiliki potensi penerimaan negara yang diperoleh (Gain).
ISI menggambarkan potential loss berupa Insentif PPnBM DTP yang dimanfaatkan oleh konsumen adalah sebesar Rp 2,3 trilliun. Sedangkan potential gain berupa potensi pendapatan yang masih dapat dipungut akibat peningkatan penjulan mobil adalah sebesar Rp 5,17 triliun yang berasal dari PPN, PKB, dan BNKB. Angka ini lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2020 yang berada pada level Rp 3,3 triliun.
Melihat multiplier effect yang tinggi maka ISI menyarankan sebaiknya kebijakan ini diperpanjang sehingga bisa memberikan dampak yang lebih masif. "Industri otomotif sendiri merupakan sektor dengan multiplier effect yang tinggi terhadap sektor-sektor yang terkait mulai dari sektor hulu seperti industri komponen mesin, ban, valve, filter dan lain sebagainya. Sementara itu, pada sektor hilir, produk otomotif telah berdampak terhadap sektor pembiayaan keuangan, alat transportasi dan lainnya, “ katanya disela diskusi evaluasi Dampak Insentif PPnBM DTP Kendaraan Bermotor Terhadap Perekonomian Nasional yang diselenggarakan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Kamis (19/8).
Luky Djani mengatakan, program ini telah terbukti mampu meningkatkan volume penjualan mobil, penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi dan peningkatan pendapatan rumah tangga dan pendapatan negara."Ini sekaligus membuktikan bahwa kebijakan ini telah membantu percepatan pemulihan ekonomi nasional. Kebijakan ini pun telah menjadi game changer ditengah pandemi yang dihadapi Indonesia saat ini," kata Luky
Evaluasi yang dilakukan oleh ISI memperoleh sejumlah temuan seperti bukti bahwa kebijakan ini menguntungkan semua pihak mulai dari masyarakat, industri otomotif dan industri yang terkait dengannya, pemerintah dan perekonomian nasional. Hal ini dibuktikan dengan net impact dari perbandingan dampak mobil pada saat pandemi dengan penjualan mobil pada saat pandemi dengan program relaksasi.