REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Gangguan makan pada remaja diketahui meningkat selama pandemi Covid-19. Hal itu dipaparkan pada studi yang digagas grup perawatan kesehatan Bupa UK, yang melakukan survei terhadap sejumlah remaja di Inggris.
Sebagian generasi muda beralih ke makanan untuk mengelola kesehatan mental mereka selama pandemi, seperti membatasi asupan makanan. Dari survei, 46 persen remaja mengaku mengubah kebiasaan makan.
Sebanyak 84 persen remaja membatasi makanan dengan tujuan tetap memiliki kendali atas diri. Sementara, sebanyak 41 persen remaja melaporkan rasa memiliki kendali serupa dengan cara makan lebih banyak.
Survei pun menunjukkan ada peningkatan 125 persen peningkatan jumlah penelusuran tentang anoreksia pada anak-anak di Google selama setahun terakhir. Menurut Bupa UK, ada beberapa alasan terjadinya lonjakan gangguan makan.
Spesialis kesehatan mental untuk Bupa UK, Harriet Finlayson, mengatakan pandemi bisa membuat remaja merasa tertekan. Mereka cemas dan stres menghadapi perubahan dalam rutinitas.
Lockdown tentunya berimbas pada minimnya kontak sosial, sehingga media sosial menjadi tempat menghabiskan waktu. Itu bisa membuat remaja melihat hal-hal yang negatif bagi citra diri dan tubuhnya.
Ada juga remaja yang cenderung banyak makan atau malah membatasi makanan sebagai respons terhadap stres. Penyebab lain, kurangnya aktivitas membuat remaja punya akses berlebihan terhadap makanan.
"Mengubah kebiasaan makan sesekali adalah hal yang wajar, tetapi jika makanan dan makan terasa seperti mengambil alih hidup anak Anda, itu bisa berkembang menjadi gangguan," kata Finlayson.
Danielle Panton selaku penasihat kesehatan mental Bupa UK berbagi kiat kepada orang tua yang anaknya mengalami kondisi demikian. Dia menyarankan agar orang tua menghadirkan suasana berbincang yang nyaman dengan anak.