Sabtu 21 Aug 2021 04:55 WIB

Kenali 5 Modus Penipuan Online

Masyarakat diminta waspada serta membiasakan diri melindungi data pribadi.

Peretas (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Peretas (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menemukan ada lima modus penipuan online yang sering digunakan di Indonesia. Masyarakat diminta waspada serta membiasakan diri melindungi data pribadi.

"Kominfo meminta masyarakat untuk mewaspadai ragam modus penipuan online yang biasanya terjadi di ruang digital, seperti phising, pharming, sniffing, money mule, dan social engineering," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan, dalam siaran pers, dikutip Jumat (20/8).

Baca Juga

Modus pertama, phishing, biasanya pelaku akan mengaku dari lembaga resmi melalui sambungan telepon, email atau pesan teks. Mereka memanipulasi korban supaya mau memberikan data pribadi, yang akan digunakan untuk mengakses akun penting milik korban.

Phishing bisa mengakibatkan berbagai kerugian, antara lain pencurian identitas pribadi. Semuel meminta masyarakat teliti membaca teks maupun email, untuk melihat apakah pengirim berasal dari institusi yang asli.

Modus kedua yang ditemukan Kominfo adalah phraming ponsel, yaitu mengarahkan korban ke situs web palsu. Jika korban mengklik entri domain name system (DNS), akan tersimpan dalam bentuk cache.

Pelaku sudah memasang malware di situs palsu tersebut, dengan begitu pelaku akan mengakses perangkat korban secara ilegal."Kasus seperti ini banyak terjadi, misalnya, ada yang (akun) WhatsApp-nya disadap/diambilalih karena ponsel sudah dipasangkan malware oleh pelaku sehingga data-data pribadinya dicuri," kata Semuel.

Modus ketiga bernama sniffing pelaku meretas untuk mengumpulkan informasi yang ada di perangkat korban dan mengakses aplikasi yang menyimpan data penting. Menurut Semuel, sniffing bisa terjadi ketika menggunakan Wi-Fi publik, apalagi jika digunakan untuk bertransaksi.

Modus keempat dikenal dengan nama money mule, pelaku meminta korban menerima sejumlah uang di rekeningnya, lalu, dikirim ke orang lain. Di luar negeri, pelaku akan melakukan kliring cek, yang jika diperiksa adalah palsu."

Begitu kita masukkan, kan kalau di sana prosesnya masuk itu muncul dulu di rekening kita. kalau ternyata tidak clearing, dipotong. Lalu, jika sudah digunakan harus dikembalikan," kata Semuel.

 

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement