REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kanker payudara di Indonesia merupakan kanker paling banyak pada perempuan dengan proporsi 16,6 persen dari total kasus kanker, terdapat 65.858 kasus baru dan 22.430 kematian pada 2020. Angka tersebut berdasarkan data Globocan 2020.
Diperkirakan jumlah kematian maupun kasus baru akan terus naik hingga 2040, bila tidak dilakukan upaya sejak hulu hingga hilir, dan tanpa didukung regulasi yang jelas. WHO melalui Global Breast Cancer Initiative (GBCI) pada Maret 2021 memprediksi angka kematian akibat kanker payudara menjadi sebesar 2,5 persen per tahun sampai 2040. Karena itu, perlu sejumlah rekomendasi untuk menekan angka kematian akibat kanker payudara.
Beberapa di antaranya adalah pentingnya regulasi penanganan dan pengobatan kanker payudara di masa pandemi Covid 19. Selain itu, rekomendasi perawatan yang lebih terintegrasi dan berpusat pada pasien, serta menekan angka kematian akibat kanker payudara.
Ning Anhar dari Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) dan juga Wakil Ketua Penyelenggara The Southeast Asia Breast Cancer Symposium (SEABCS) ke-5 menjelaskan, untuk mencapai target WHO tersebut, maka dibutuhkan upaya ekstra keras dan kerja sama dari berbagai pihak yang melibatkan ahli di bidang kesehatan. Contohnya yakni dokter ahli onkologi, organisasi yang bergerak di bidang kanker payudara, pemerhati, serta pemangku kebijakan dari berbagai negara.
Dr Benjamin Anderson dari GBCI merekomendasikan tiga pilar dalam tata laksana kanker payudara. “Ketiga pilar yang dimaksud yaitu promosi kesehatan untuk deteksi dini, diagnosis kanker payudara, dan tata lakasana kanker payudara yang komprehensif,” ujar Ning Anhar.
Kolaborasi dan regulasi sangat penting dalam mempercepat target WHO, mengingat pandemi Covid 19 membuat program penurunan kematian akibat kanker payudara melambat. Terkait hal ini, dr Walta Gautama ST, Sp.B (K) Onk, Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) menyebutkan target ini makin sulit dicapai karena sebagian besar pasien datang dalam stadium 3 sampai 4, terlebih di masa pandemi ketika terjadi penurunan kedatangan pasien ke pelayanan kesehatan secara signifikan.
Selain itu, akibat merebaknya varian Delta yang sangat menular, banyak tenaga medis yang terinfeksi sehingga pelayanan pada pasien kanker payudara terganggu. Komunikasi antara dokter dan pasien juga mengalami kendala karena dilakukan secara daring melalui telemedisin.
Selain itu Covid-19 juga memperburuk kondisi pasien kanker. Angka kematian orang normal akibat Covid-19 di dunia sekitar 3 sampai 5 persen. Jika pasien kanker terkena Covid-19, angka kematiannya menjadi 26 sampai 28 persen.