REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sebuah analisis yang terbit di jurnal Nature memperkirakan lebih dari 100 juta warga Amerika Serikat telah terinfeksi Covid-19 pada akhir 2020. Artinya, sejumlah 31 persen dari total populasi.
Studi digagas para peneliti dari Sekolah Kesehatan Masyarakat Mailman di Universitas Columbia. Mereka membuat model penyebaran virus dan meyakini selama ini angka kasus tidak akurat lantaran terbatasnya pengujian.
Salah satu penulis studi, Jeffrey Shaman, adalah profesor ilmu kesehatan lingkungan di Universitas Columbia. Dia mengatakan sebagian besar infeksi belum diperhitungkan dan tidak masuk dalam jumlah kasus terkonfirmasi.
"Kasus-kasus yang tidak terdokumentasi inilah, yang seringkali ringan atau tanpa gejala, yang memungkinkan virus menyebar dengan cepat melalui populasi yang lebih luas," ujar Shaman lewat pernyataan resminya.
Perkiraan resmi dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menyebutkan ada lebih dari 25 juta warga AS yang terinfeksi Covid-19 pada 2020. Namun, CDC mengakui jumlah itu mungkin kurang akurat.
Untuk penelitiannya, Shaman dan tim menggagas simulasi penularan virus corona di 3.142 area di negara bagian AS. Tim menggunakan data populasi, mobilitas, dan kasus yang dikonfirmasi.
Menurut studi, hanya sekitar 22 persen dari semua infeksi yang terjadi pada 2020 yang terhitung. Artinya, lebih dari 103 juta orang mungkin benar-benar terinfeksi virus pada akhir tahun, dengan dan tanpa gejala.
Infeksi lebih luas dijumpai di beberapa wilayah, seperti Midwest dan Mississippi, termasuk Dakota, Minnesota, Wisconsin, dan Iowa. Pada area itu, lebih dari 60 persen populasi di sana terinfeksi Covid-19 akhir tahun lalu.
Angka prediksi di wilayah lain pun dijabarkan dalam studi. Misalnya, 48 persen penduduk Chicago, 52 persen di Los Angeles, 42 persen penduduk Miami, 44 persen penduduk New York City, dan 27 persen penduduk Phoenix.
Kota-kota ini mencapai puncak kasus pada waktu yang berbeda, bisa pada musim semi atau saat peralihan musim gugur ke musim dingin. Sebaliknya, Los Angeles malah mengalami lonjakan kasus pada periode musim panas.
Para peneliti menyimpulkan, secara nasional satu dari 130 orang di AS terinfeksi Covid-19 pada akhir 2020. Mereka menjumpai, persentase penularan antarindividu di beberapa wilayah metropolitan jauh lebih tinggi.
Kabar baiknya, tingkat kematian justru turun karena perawatan yang lebih baik untuk kasus parah Covid-19. Persentase korban jiwa akibat Covid-19 turun dari 0,8 persen pada musim semi tahun lalu menjadi 0,3 persen pada 31 Desember 2020.
Angka kematian paling tinggi terpantau di New York City. Penyebabnya adalah terbatasnya ketersediaan tes, keterlambatan lockdown, rumah sakit yang kewalahan, dan kurangnya perawatan yang efektif.
Berdasarkan temuan tahun lalu tersebut, tim peneliti memprediksi sepanjang 2021 virus masih akan terus menyebar. Penularan terutama terjadi pada mereka yang berlum mengidap penyakit Covid-19.
Dengan adanya vaksinasi memang membantu, tetapi varian baru yang lebih menular memicu infeksi ulang dan infeksi terobosan lebih mungkin terjadi. Penulis lain dalam studi, Sen Pei, mengatakan lanskap penularan terus berubah.
"Penting untuk menyadari betapa berbahayanya pandemi di tahun pertama," kata Pei yang merupakan asisten profesor ilmu kesehatan lingkungan di Universitas Columbia, dikutip dari laman United Press International, Jumat (27/8).