Senin 30 Aug 2021 13:41 WIB

Krisis Iklim, Apakah Energi Air Masih Menjanjikan?

Produksi energi air di dunia anjlok ke level terendah sejak beberapa dekade terakhir.

Red: Dwi Murdaningsih
Bendungan (ilustrasi)
Foto: ipenz.org.nz
Bendungan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bendungan hidroelektrik selama ini dianggap metode paling efektif dan efisien untuk memproduksi energi terbarukan. Namun, musim kering dan curah hujan ekstrem seringkali melumpuhkan pembangkit.

Sekali dibangun, pembangkit tenaga air bisa memproduksi listrik tanpa henti setiap saat, begitulah dalih yang selama ini didengungkan untuk mendukung ekspansi energi air. Hingga 2019 lalu, lebih dari separuh energi terbarukan di dunia didapat dari bendungan hidroelektrik, lapor jejaring politik Prancis, Ren21.

Baca Juga

Namun dengan bencana iklim yang kian terasa, energi air kehilangan argumen terbesarnya yakni aliran air yang konsisten dan terukur. Bersamaan dengan datangnya musim kering panjang tahun ini, produksi energi air di dunia anjlok ke level terendah sejak beberapa dekade terakhir.

Situasi ini disimak pada Bendungan Hoover di atas Sungai Colorado. Kekeringan yang melanda barat AS menyusutkan level air di kolam penampungan menjadi hanya sepertiga. Sejak Juli silam, pembangkit listrik di bendungan harus mengurangi seperempat produksi dibanding situasi normal.