REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI akan melakukan fit and proper test calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam waktu dekat. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Achmad Hatari, memastikan bahwa fit and proper test calon anggota BPK akan digelar pada bulan September mendatang.
"Bulan September ini," kata Hatari di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/8).
Berdasarkan laporan pertimbangan DPD RI yang diterima DPR RI, diketahui dari 16 calon anggota BPK RI, satu calon tidak memenuhi syarat. Sedangkan satu calon lainnya tidak hadir.
Sementara itu terkait dua nama yang disoroti publik lantaran dianggap tidak memenuhi syarat, Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Zacharias Soeratin, Hatari mengatakan ketika seseorang dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagaimana yang diatur di undang-undang, maka sudah selesai.
Namun karena ada pihak yang tidak lolos mengajukan keberatan, maka DPR meminta fatwa MA.
"Saya sudah dua periode di Komisi XI dan saya yang selalu mem-fit and proper anggota BPK. Jadi kalau begitu sudah ada dalam undang-undang tentang BPK RI, mainkan aja nggak perlu gitu," ucapnya.
"Karena ini sudah minta fatwa kita juga harus mengikuti aturannya. Tapi kita tidak berharap lewat dari minggu kedua bulan September ini harus kita rampungkan itu, dari 14 orang pilih 1 orang," imbuhnya.
Sebelumnya Mahkamah Agung (MA) telah menjawab surat DPR yang meminta fatwa terkait seleksi calon anggota BPK RI nomor PW/10177/DPR RI/VIII/2021. Surat yang ditandatangani Ketua MA M Syarifuddin itu, memuat pandangan MA tentang pasal yang menyangkut jabatan anggota auditor negara tersebut di UU BPK.
Dalam surat itu ada tiga poin mengenai seleksi anggota BPK. Pertama, Mahkamah Agung berwenang untuk memberikan pertimbangan hukum dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak diminta kepada lembaga negara lain. Hal itu mengacu pada Pasal 37 Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU 3/2009 tentang Perubahan Kedua atas UU 14/1985.
Kedua, berbunyi, "Sehubungan dengan permintaan pendapat dan pandangan tentang penafsiran Pasal 13 huruf j UU tentang BPK, jika ditinjau secara legalistik-formal, Pasal 13 huruf j UU tentang BPK dan dihubungkan dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 jo. Pasal 1 angka 8 UU tentang BPK, maka Calon Anggota BPK yang pernah menjabat di lingkungan Pengelola Keuangan Negara, harus memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 13 huruf j."
Dengan demikian, harus dimaknai Pasal 13 huruf j UU tentang BPK dimaksudkan agar calon anggota BPK tidak menimbulkan conflict of interest pada saat ia terpilih dan melaksanakan tugas sebagai anggota BPK. Dalam penutup surat, ketua MA menyatakan keputusan lebih lanjut menjadi kewenangan DPR.