REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak orang tak sadar mengonsumsi garam secara berlebihan dan merasakan dampak merugikannya pada kemudian hari. Sebagian orang juga cenderung kurang mengonsumsi kalium. Penggunaan garam substitusi dapat menjadi solusi untuk kedua permasalahan ini.
Garam merupakan bahan dapur yang sangat umum digunakan dalam memasak. Penggunaan garam dapat membuat masakan terasa lebih lezat dan menggugah selera. Akan tetapi, penggunaan garam berlebih dapat memunculkan beragam masalah kesehatan.
"Hampir semua orang di dunia mengonsumsi garam lebih banyak dibandingkan seharusnya," jelas ahli epidemiologi klinis dari George Institute for Global Health di Australia Bruce Neal, seperti dilansir Science Alert, Selasa (31/8).
Salah satu elemen utama dalam membuat garam adalah sodium. Konsumsi sodium berlebihan diketahui dapat memunculkan beberapa masalah kesehatan, seperti peningkatan risiko penyakit kardiovaskular.
Beberapa studi juga menyoroti adanya dampak buruk dari kekurangan asupan kalium dalam pola makan sehari-hari. Salah satunya adalah dampak buruk terhadap tekanan darah.
Produk garam substitusi atau salt substitutes dinilai dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah konsumsi garam berlebih dan kekurangan asupan potasium. Garam substitusi merupakan produk yang dirancang memiliki rasa seperti garam dengan kadar sodium yang lebih rendah. Produk ini juga memiliki kandungan kalium yang ditambahkan ke dalamnya.
Sebelum ini, tak ada banyak uji klinis yang mengukur seberapa besar efektivitas dari penggunaan garam substitusi bagi kesehatan, khususnya terkait risiko kematian, strok, atau penyakit jantung. Akan tetapi, sebuah studi berskala besar kini telah dilakukan di China.
Studi yang dimuat dalam jurnal The NEJM ini membuktikan, mengganti garam dengan garam substitusi dapat membawa manfaat kesehatan. Salah satu manfaat terbesar penggantian garam ini, dapat mencegah beberapa juta kematian dini setiap tahun.
Studi ini melibatkan lebih dari 20 ribu warga desa di area terpencil di China. Partisipan yang memiliki riwayat strok dan tekanan darah yang buruk juga dilibatkan.
Selama studi berlangsung, setengah partisipan diberikan pasokan garam substitusi gratis sebagai pengganti garam. Garam substitusi ini memiliki kandungan sodium lebih rendah dan mengandung tambahan kalium. Mereka juga diminta untuk tidak berlebihan dalam menggunakan garam substitusi agar penurunan asupan sodium bisa optimal.
Setengah partisipan lainnya merupakan kelompok kontrol. Mereka diminta memasak dengan menggunakan garam seperti biasa.
Selama lima tahun studi dilakukan, ada lebih dari 4.000 partisipan yang mengalami kematian. Lebih dari 3.000 di antara partisipan juga tercatat mengalami strok. Sebanyak lebih dari 5.000 partisipan juga mengalami kejadian kardiovaskular besar.
Hasil studi menunjukkan kondisi kesehatan yang tampak kontras pada kedua kelompok ini. Kelompok yang mengonsumsi garam substitusi memiliki kecenderungan lebih rendah untuk mengalami strok yaitu 29,14 kejadian per 1.000 person-years dibandingkan kelompok yang mengonsumsi garam biasa yaitu 33,65 kejadian per 1.000 person-years.
Kelompok yang mengonsumsi garam substitusi juga memiliki kemungkinan lebih rendah untuk mengalami kejadian kardiovaskular besar. Perbandingannya dengan kelompok yang mengonsumsi garam biasa adalah 49,09 kejadian per 1.000 person-years berbanding dengan 56,29 kejadian per 1.000 person-years.
Hal yang sama juga ditemukan pada kasus kematian. Kematian pada kelompok yang mengonsumsi garam substitusi adalah 39,28 kejadian per 1.000 person-years, sedangkan pada kelompok pengonsumsi garam adalah 44,61 kejadian per 1.000 person-years.
Temuan ini secara efektif mengonfirmasi bahwa penggantian garam menjadi garam substitusi pada tingkat nasional dapat menyelamatkan sekitar 460 ribu nyawa per tahun di China. Hal ini dapat dicapai dengan mencegah kematian dini akibat masalah kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi sodium berlebih.
Bila diterapkan dalam skala global, peneliti menilai penggantian garam menjadi garam substitusi dapat menyelamatkan jutaan nyawa manusia per tahun dari kematian dini akibat masalah kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi sodium berlebih.
Namun hal ini juga perlu ditunjang dengan menghindari konsumsi makanan dengan kandungan sodium yang tinggi seperti makanan ultra proses atau makanan olahan. Jenis makanan seperti ini tak banyak dikonsumsi di area tempat studi berlangsung. Akan tetapi, jenis makanan ini sangat populer di berbagai belahan dunia.
Oleh karena itu, penggantian garam menjadi garam substitusi perlu diterapkan dalam skala yang lebih luas dari dapur rumahan. Pabrik yang memproduksi makanan olahan juga perlu melakukan substitusi ini.
Terkait biaya, harga garam substitusi memang sekitar 50 persen lebih mahal dibandingkan harga garam biasa. Akan tetapi, harga garam biasa diketahui sangat rendah sehingga peningkatan 50 persen biaya tak akan berdampak signifikan dan masih bisa terjangkau.
"Meski garam substitusi sedikit lebih mahal dibandingkan garam biasa, harganya masih sangat rendah," ujar Neal.