REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR --IPB University genap berusia 58 tahun pada Rabu. 1 September 2021. Dalam peringatan Dies Natalis bertema “Inovasi Agromaritim 4.0 untuk Atasi Krisis di Era Pandemi”, Rektor IPB University, Prof Arif Satria menyodorkan konsep ekonomi baru (new normal economy) untuk Indonesia.
Diuraikannya, ekonomi baru ini memiliki setidaknya tujuh ciri. Pertama, agromaritim sebagai fokus pembangunan berkelanjutan. “Hal ini menemukan argumentasinya di mana adanya tuntutan kemandirian pangan yang kita bisa menjawabnya karena Indonesia adalah negara dengan potensi megabiodiversitas luar biasa. Sumberdaya alam dan potensi kelautan kita luar biasa besar. Ini adalah modal kekuatan kita untuk melangsungkan proses pembangunan menuju kemandirian, “ jelasnya. Dilanjutkannya, “Di sini dibutuhkan entrepreneur dan technopreneur untuk mewujudkannya. Dan perguruan tinggi siap menjadi gerbong untuk melahirkannya.”
Ia juga menandaskan bahwa agromaritim adalah penghela perekonomian selama pandemi. “Selama pandemi, sektor yang berbasis pada biodiversitas tetap tumbuh positif. Ini kian menguatkan keyakinan kita bahwa agromaritim adalah kunci ekonomi baru yang bisa menyelamatkan perekonomian bangsa ini ke depan, “ jelasnya seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id. Prof Arif juga menyakini bahwa agromaritim adalah leading sector ekonomi Indonesia.
Ia juga menyinggung bahwa tren ke depan, dunia akan berjalan ke arah penguatan ekonomi biru (blue economy). “Potensi maritim yang demikian besar dan dimiliki Indonesia akan diamplifikasi dengan munculnya tren ekonomi biru ini dan akan menjadikan Indonesia sebagai salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia, “ ungkapnya.
Tak hanya itu, adanya sistem pangan berbasis komunitas menjadi kekuatan tersendiri dalam konteks pembangunan pangan berkelanjutan. “Urban farming yang melejit pertumbuhannya selama pandemi bisa menjadi solusi krisis pangan di perkotaan. Beragam metode seperti vertikultur, aquaponic, wall gardening, dan sebagainya sangat bermanfaat bagi rumah tangga di perkotaan dalam memenuhi kebutuhan pangan sehat, “ jelasnya.
Ciri ekonomi baru yang kedua, menurut Prof Arif, adalah menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan baru berbasiskan keunggulan lokal. “Dibutuhkan paradigma baru dalam memandang perdesaan. Dengan dijadikannya desa sebagai pusat pertumbuhan baru maka hal ini bisa menggeser pandangan lama bahwa kota lebih menjanjikan dibanding desa. Jika sudah demikian, maka potensi lokal yang ada di masing-masing desa dapat menjadi daya tarik bagi anak-anak muda untuk berkiprah, berkarya di desa, “ ungkapnya. Lebih lanjut dikatakannya, sangat besar potensi menuju konvergensi pertumbuhan desa-kota dan agromaritim adalah kuncinya.
Ia juga menyebut bahwa penting dilakukan penguatan Pendapatan Asli Desa (PADes) sebagai bagian dari upaya menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan inklusif. Beberapa upaya yang menurutnya perlu dilakukan di antaranya revitalisasi pemerintahan desa, koperasi unit desa (KUD) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). “Penting juga mendorong tumbuhnya teknologi agromaritim 4.0 dan digitalisasi ekonomi desa, “ tandasnya.
Sementara itu ekonomi digital untuk meningkatkan efisiensi dan akses sumberdaya disebut Prof Arif sebagai ciri ketiga ekonomi baru. “Pandemi menawarkan kesempatan pertumbuhan yang signifikan dalam bisnis di mana kita dapat secara cepat beradaptasi dengan lingkungan yang berubah. Digitalisasi sangat berperan besar dalam perubahan ini, “ urainya.
Ciri keempat ekonomi baru yang diusung Prof Arif adalah menjadikan ekonomi moral (gift economy) sebagai fondasi ketangguhan sosial ekonomi. Dikatakannya, “Ada tiga poin penting dalam gift economy ini yaitu aktivitas perekonomian yang berbasis pada nilai-nilai resiprokal, ‘guyub’ nilai-nilai lokal, perlunya memperkuat modal sosial dan trust, menghasilkan tingkat kesejahteraan yang tinggi dengan prinsip positive sum game (tidak ada yang kehilangan kesejahteraan). Gift economy ini sangat fundamental untuk dijadikan basis pembangunan yang berkelanjutan.”
Prof Arif meyakini bahwa ekonomi hijau/biru sangat bisa dimainkan untuk meningkatkan nilai tambah dan produksi berkelanjutan. Ini disebutnya sebagai ciri kelima. Ia menyinggung soal circular economy, green economy, produk-produk berbasis bio serta regenerative mindset sebagai basis pengembangan ekonomi hijau/biru.
Selanjutnya, ciri keenam ekonomi baru yang disebut Prof Arif adalah adanya perilaku sehat dan hijau (green) untuk mendukung konsumsi yang berkelanjutan. Terakhir, ciri ketujuhnya adalah inovasi sebagai penggerak techno-sociopreneurship. Dikatakannya bahwa inovasi menjadi lokomotif penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara dan ia mencoba mengkaitkannya dengan pendidikan. “Pendidikan menjadi satu institusi penting dalam menghasilkan talenta-talenta untuk dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi, “ ungkapnya.
Lebih lanjut diuraikannya bahwa inovasi untuk bioekonomi punya sejumlah karakteristik di antaranya 4.0 dan berorientasi future practice, ramah lingkungan dan memberikan solusi, bisa diakses oleh masyarakat menengah ke bawah (inklusif) dan memperkuat kedaulatan ekonomi.