REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Raksasa ponsel pintar Cina Xiaomi Corp telah menyelesaikan pendaftaran bisnis resmi unit kendaraan listriknya. Ini menandai tonggak terbaru keseriusan Xiaomi untuk terjun ke sektor industri otomotif.
"Unit baru kendaraan yang disebut Xiaomi EV Inc dibuka dengan modal terdaftar 10 miliar yuan (sekitar 1,55 miliar dolar AS) dan CEO Xiaomi Lei Jun sebagai perwakilan hukumnya," kata Xiaomi dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (2/9).
Sekitar 300 staf sejauh ini telah dipekerjakan untuk bergabung dengan unit produksi EV dan terus merekrut bakat. Sebelumnya Xiaomi yang menjadi merek ponsel terlaris kedua di dunia setelah Samsung pada kuartal kedua, mengonfirmasi terjun di bidang mobil listrik pada Maret. Xiaomi berjanji untuk menginvestasikan 10 dolar AS selama 10 tahun kedepan.
Lei mengatakan, terjun di bidang kendaraan listrik akan menandai proyek kewirausahaan yang besar terakhirnya. Xiaomi mengatakan, telah melakukan lebih dari 2.000 survei wawancara dan mengunjungi lebih dari 10 rekan dan mitra industri. Namun, pihaknya belum membeberkan detil strategi terkait sektor otomotif atau jenis kendaraan yang akan diluncurkan.
Pekan lalu, Xiaomi mengatakan membeli perusahaan rintisan (startup) teknologi mengemudi Deepmotion seharga lebih dari 77 juta dolar AS, dalam upaya untuk meningkatkan penelitian dan pengembangan. Sebelumnya pada Agustus, Reuters melaporkan Xiaomi telah memasuki pembicaraan dengan raksasa real estate Evergrande Group untuk membeli saham di unit otomotif. Menanggapi berita tersebut, juru bicara Xiaomi menulis di akun media sosial perusahaan bahwa pihaknya berhubungan dengan beberapa pembuat mobil tetapi belum memutuskan akan bekerja sama dengan pihak mana.
Pendapatan kuartal kedua Xiaomi pekan lalu mengalahkan perkiraan analis dengan pendapatan dan laba bersih masing-masing meningkat 64 persen dan 87,4 persen. Pangsa perusahaan di pasar ponsel pintar global telah melonjak menyusul mundurnya saingan utamanya Huawei Technologies Co Ltd dalam menghadapi sanksi pemerintah Amerika Serikat (AS).