REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : DR Abdul Kholik, Anggota DPD RI-MPR-RI Dapil Jateng.
Wacana amendemen konstitusi untuk menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) menimbulkan sikap pro dan kontra. Kalangan yang menolak berangagapan akan mereduksi sistem presidensial, di sisi lain muncul pandangan diperlukan untuk mengintegrasikan dan menjamin kesinambungan pembangunan. PPHN merupakan istilah lain dari GBHN yang dulu menjadi acuan penyelenggara negara dan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan. Ia menjadi pemandu arah sekaligus tujuan yang akan dicapai ke depan.
Pembangunan pasca reformasi, sering dihadapkan pada polarisasi pusat dengan daerah akibat ego sektoral dan kewilayahan. Persaingan kepemimpinan politik yang bertumpu pada demokrasi elektoral juga memiliki andil. Masing-masing level kepemimpinan di pusat dan daerah memiliki kepentingan menjaga populismenya, mengutamakan janji-janji program kampanye, ketimbang memikirkan kesinambungan dan sinergitas pembangunan pusat daerah. Obsesi karya monumental, untuk mobilitas karir kepempimpinan, seolah menjadi kewajiban satu-satunya setiap pemimpin.
Walhasil, perjalanan pembangunan untuk mencapai tujuan bernegara yang digariskan konstitusi seperti tak tentu arahnya. Sulit dikonstruksikan dalam bentang tahun ke depan pembangunan bangsa dapat mencapai kemajuan layaknya bangsa lain yang mampu mencapai tingkatan negara maju dan menyejahterakan masyarakatnya. Haluan dan arah pembangunan tidak menjadi kesadaran kolektif komponen bangsa, terutama para pemimpin di pusat dan daerah.
Masyarakat seolah terpisah dari proses pembangunan, sementara sekelompok elite dan para pelaku usaha yang mendominasi. Tidak mengherankan jika kemudian hasil pembangunan belum dapat dinikimati secara merata, justru muncul kesejangan yang semakin melebar. Sumberdaya dan asset hanya menumpuk pada segelintir orang. Sebagian besar rakyat justru terpinggirkan.
Pembangunan membutuhkan kesinambungan. Transformasi mutlak diperlukan agar sektor-sektor ekonomi tumbuh melalui investasi, penerapan teknologi, sehingga pola produksi menghasilkan pertambahan nilai yang optimal. Sumberdaya melimpah, namun ketika transformasi sektor ekonomi tidak konsisten, yang terjadi adalah jebakan stagnasi. Indomesia pernah diramal akan menjadi kekuatan ekonomi besar di Asia, namun gelar macan Asia tidak menjadi kenyataan.