Jumat 03 Sep 2021 14:45 WIB

Muhammadiyah, NU Tolak Aturan Diskriminatif Dana BOS Nadiem

Aturan syarat penyelenggara pendidikan penerima dana BOS dinilai diskriminatif

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Makarim.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Makarim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan menilai aturan terkait dasar perhitungan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler, yang salah satunya syaratnya harus memiliki paling sedikit 60 peserta didik selama tiga tahun terakhir, diskriminatif dan tidak memenuhi rasa keadilan sosial. Karena itu aliansi menyatakan menolak aturan tersebut dan meminta pemerintah mencabut ketentuan tersebut.

"Bertolak belakang dengan amanat pembukaan UUD 1945, bersifat diskriminatif dan tidak memenuhi rasa keadilan sosial," ujar Wakil Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Kasiyarno, saat membacakan pernyataan sikap aliansi secara daring, Jumat (3/9).

Baca Juga

Dia menjelaskan, aturan yang dimaksud ialah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler. Ketentuan tersebut disebarkan melalui Surat Edaran Dirjen PAUD Dikdasmen Nomor 10231/C/DS.00.01/2021 tentang Pembaharuan Dapodik untuk Dasar Perhitungan Dana BOS Reguler.

Aliansi menyoroti Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler di Permendikbud yang diundangkan pada 16 Februari 2021 itu. Di sana tertera ketentuan sekolah yang dapat menerima dana BOS reguler yang berbunyi sekolah harus memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 peserta didik selama tiga tahun terakhir.

"Kebijakan tersebut mendiskriminasi hak pendidikan anak Indonesia dan melanggar amanat konstitusi negara. Oleh karena itu, kami yang selama ini telah banyak berkontribusi membantu negara dalam pendidikan menyatakan sejumlah catatan kritis terhadap kebijakan tersebut," kata dia.

Pertama, Kemendikbudristek seharusnya memegang teguh amanat dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 dalam merumuskan berbagai peraturan dan kebijakan. Amanat yang dimaksud, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Berdasarkan amanat itu, aliansi menyatakan pemerintah harus memastikan setiap anak bangsa wajib mengikuti pendidikan selama 12 tahun. Selain itu, mewujudkan pendidikan yang berkualitas juga menjadi salah satu indikator ketercapaian tujuan pembangunan milenium dan tujuan pembangunan berkelanjutan.

Aliansi kemudian mengutip pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Karena itu mereka menilai, pemerintah seharusnya membiayai pendidikan seluruh peserta didik sebagaimana hak konstitusional mereka.

Berdasarkan dua hal tersebut, Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan menyatakan menolak Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021, khususnya pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler. Aliansi juga mendesak Mendikbudristek untuk menghapus ketentuan tersebut.

Lalu, aliansi meminta pemerintah mempertegas kebijakan pendidikan nasional yang berlandaskan filosofi kebudayaan Indonesia. Dalam hal itu juga mereka meminta agar menjauhkannya dari praktik diskriminasi. Selain itu, kebijakan pendidikan nasional juga harus sesuai dengan ketentuan utama pendidikan nasional, Pembukaan UUD 1945, dan UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2).

Aliansi menyatakan, pendidikan merupakan tulang punggung untuk mengukir masa depan bangsa melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia. Karena itu, kontribusi dan partisipasi berbagai pihak dalam mewujudkan cita-cita mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa senantiasa harus diupayakan secara optimal.

Bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka, kata mereka, Persyarikatan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Lembaga Pendidikan Katolik, Taman Siswa, PGRI, dan komponen lainnya telah berbakti kepada Ibu Pertiwi melalui pendidikan. Peran kontribusinya secara kontinyu terus dilakukan hingga saat ini.

"Keberadaan berbagai organisasi yang berkontribusi nyata dalam pendidikan tersebut sangat membantu Negara mewujudkan amanat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945," jelas Kasiyarno.

Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan tersebut terdiri dari Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, LP Ma'arif PBNU, PB PGRI, Taman Siswa, dan Majelis Nasional Pendidikan Katolik. Perwakilan dari organisasi-organisasi tersebut turut hadir dalam pembacaan pernyataan sikap tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement