REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama pandemi Covid-19, fenomena Zoom fatigue semakin banyak ditemukan di kalangan pegawai yang bekerja dari rumah. Studi terbaru mengungkapkan bahwa mematikan kamera saat melakukan konferensi video dapat membantu meredakan Zoom fatigue.
Zoom fatigue merupakan istilah yang merujuk pada kelelahan atau burnout yang berkaitan dengan penggunaan platform komunikasi virtual berlebih, khususnya berkaitan dengan kegiatan konferensi video. Salah satu platform komunikasi virtual yang banyak digunakan oleh pegawai yang bekerja dari rumah adalah Zoom.
Sebelum pandemi Covid-19, konferensi video mungkin hanya mengisi sebagian kecil kegiatan sehari-hari. Akan tetapi, di masa pandemi Covid-19, sebagian besar komunikasi dilakukan secara virtual melalui konferensi video. Komunikasi virtual ini tak hanya berkenaan dengan pekerjaan, tetapi juga konsultasi dengan dokter hingga pertemuan dengan keluarga besar dan teman.
Founding Director Virtual Human Interaction Lab dari Stanford University Jeremy Bailenson menemukan ada empat faktor yang menjelaskan mengapa konferensi video bisa sangat melelahkan. Sebagian dari faktor tersebut berkaitan dengan efek negatif dari sorotan kamera sepanjang waktu.
Menyalakan kamera selama melakukan pertemuan virtual dapat memunculkan banyak tekanan terkait penampilan diri di layar. Misalnya, memiliki gambar latar yang profesional, memiliki penampilan yang baik, hingga menjauhkan anak dari ruangan tempat konferensi video berlangsung.
Baca juga : Andai Pandemi Berlalu
Untuk meneliti lebih jauh terkait dampak nyalanya kamera selama pertemuan virtual, peneliti melibatkan 103 partisipan dalam sebuah studi selama empat pekan. Setengah dari partisipan diminta untuk mematikan kamera selama menjalani pertemuan virtual selama dua pekan pertama studi. Pada dua pekan berikutnya, para partisipan tersebut diminta untuk menyalakan kamera selama pertemuan virtual.
Setengah partisipan lain menjalani masa studi dengan perintah yang berlawanan. Pada dua pekan pertama, mereka menyalakan kamera saat menjalani pertemuan virtual. Dua pekan berikutnya, mereka diminta mematikan kamera saat melakukan pertemuan virtual.
Selama studi berlangsung, para partisipan mengisi survei pendek untuk mengukur tingkat kelelahan, tingkat keterlibatan dan durasi partisipan selama pertemuan virtual. Peneliti lalu mendapati bahwa tingkat kelelahan atau fatigue tampak lebih tinggi ketika para partisipan menyalakan kamera saat pertemuan virtual.
Selain itu, selama ini banyak orang mengira bahwa menyalakan kamera saat pertemuan virtual dapat meningkatkan keterlibatan pegawai dalam pertemuan tersebut. Padahal, menurut temuan dalam studi ini, pegawai yang menyalakan kamera saat pertemuan virtual justru tampak memiliki tingkat keterlibatan yang lebih rendah.
"Kelelahan (saat kamera dinyalakan) berkaitan dengan lebih rendahnya keterlibatan dan penyampaian pendapat selama pertemuan," jelas peneliti dari University of Arizona Alison Gabriel, seperti dilansir New Atlas, Senin (6/9).
Studi juga menemukan bahwa tingkat kelelahan terkait kamera lebih banyak dialami pada perempuan dan pegawai baru. Temuan ini senada dengan hasil survei berskala besar yang dipublikasikan oleh Stanford University beberapa waktu lalu.
"Perempuan seringkali merasakan tekanan untuk tampil sempurna atau memiliki kemungkinan diganggu oleh anak, dan pegawai baru merasa mereka harus menyalakan kamera dan berpartisipasi untuk menunjukkan produktivitas," ujar Gabriel.
Baca juga : KPI Bebas Tugaskan Terduga Pelaku Pelecehan Seksual
Berdasarkan studi yang dimuat dalam Journal of Applied Psychology ini, Gabriel merekomendasikan agar pegawai dapat diberikan keleluasaan untuk memilih menyalakan atau mematikan kamera saat melakukan pertemuan virtual. Hal yang paling penting adalah membuat pegawai merasa memiliki kebebasan dan dukungan agar bisa bekerja sebaik mungkin.
"Memiliki kebebasan dalam menggunakan kamera adalah salah satu langkah untuk menuju ke arah tersebut," jelas Gabriel.