REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketentuan yang mewajibkan sekolah penerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler memiliki minimal 60 peserta didik dalam tiga tahun terakhir, bakal diterapkan mulai 2022. Kebijakan ini diyakini bakal mengakibatkan banyak sekolah terpaksa tutup.
Ketua Lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif PWNU DKI Jakarta, Sudarto, mengatakan, kebijakan ini akan berdampak terhadap banyak sekolah. Sebab, sejauh ini, masih banyak sekolah yang terus bertahan dengan mengandalkan dana BOS meski jumlah siswa kurang dari 60.
Di lingkup LP Ma'arif NU sendiri, kata dia, kini terdapat 21 ribu sekolah yang berafiliasi, mulai dari tingkat Madrasah sampai SMA. Beberapa di antaranya jumlah siswanya tak mencapai 60.
"Kita punya banyak madrasah-madrasah yang juga tidak mengalami kemajuan yang pesat, muridnya terbatas tapi tetap jalan," kata Sudarto kepada Republika, Senin (6/9).
Namun demikian, Sudarto belum bisa menyebutkan jumlah persis sekolah berafiliasi dengan LP Ma’arif NU yang bakal tutup akibat aturan itu. Pihaknya masih melakukan pendataan. "Kami sedang mengumpulkan (datanya), kami sedang minta berbagai pihak, termasuk daerah-daerah," ujarnya.
Dengan banyaknya sekolah yang terpaksa tutup, lanjut dia, tentu akan membuat banyak anak yang kehilangan akses pendidikan. Selain itu, akan banyak pula guru-guru yang menjadi pengangguran dadakan.
"Aturan ini sangat luas dampaknya. Makanya kita protes keras," kata Sudarto menegaskan.
Aturan yang dimaksud ialah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler. Ketentuan soal minimal 60 peserta didik dalam tiga tahun terakhir agar sekolah bisa menerima dan BOS Reguler termaktub dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kukuh melanjutkan peraturan tersebut. Padahal, sejumlah organisasi, mulai dari Muhammadiyah hingga NU, telah mengkritik dan meminta aturan itu dicabut.
"Kemendikbudristek sedang mengkaji kesiapan penerapan kebijakan di atas untuk tahun 2022 dan senantiasa selalu menerima masukan dari berbagai pihak," kata Plt Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kemendikbudristek, Anang Ristanto, kepada Republika, Ahad (5/9).