REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Perusahaan keamanan siber global Kaspersky mengungkapkan laporan ancaman seluler untuk kuartal II tahun 2021 (Q2 2021) di Asia Tenggara. Kaspersky memantau peningkatan 60 persen dalam jumlah serangan trojan mobile banking berbahaya yang terdeteksi dan diblokir di wilayah tersebut.
Trojan mobile banking-atau bankir- digunakan oleh pelaku kejahatan siber untuk mencuri dana langsung dari rekening bank seluler (mobile banking). Program berbahaya ini biasanya terlihat seperti aplikasi keuangan yang resmi. Namun, ketika korban memasukkan kredensial untuk melakukan akses menuju rekening bank mereka, penyerang kemudian mendapatkan akses ke informasi pribadi itu.
Secara keseluruhan, sejak awal tahun 2021, produk Kaspersky telah menggagalkan sebanyak 708 insiden di enam negara di Asia Tenggara. Ini merupakan 50 persen dari total jumlah trojan mobile banking yang diblokir pada 2020 sebanyak 1.408.
Indonesia dan Vietnam mencatat jumlah insiden terbanyak selama semester pertama tahun ini. Namun, secara global, kedua negara tersebut tidak termasuk dalam 10 besar negara yang terkena dampak ancaman ini. Vietnam berada di peringkat ke-27 sedangkan Indonesia di urutan ke-31 pada Juni tahun ini.
Lima negara dengan jumlah deteksi Trojan mobile banking terbanyak pada Q2 2021 adalah Rusia, Jepang, Turki, Jerman dan Prancis.
Sementara jumlah serangan Trojan mobile banking di Asia Tenggara terpantau masih rendah. Namun, dari periode April hingga Juni tahun ini, Kaspersky mendeteksi lebih banyak dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yaitu 367 versus 230 deteksi. Ini menunjukkan pandemi yang berkelanjutan terus memaksa pengguna untuk mulai menggunakan sistem pembayaran seluler dan cashless menjadi lebih umum.
“Kita hampir berada di tahun kedua pandemi yang dengan cepat mengubah adopsi pembayaran seluler terutama di wilayah Asia Tenggara yang kini menjadi lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Sejak awal krisis kesehatan ini, survei kami menunjukkan bahwa mayoritas pengguna internet di wilayah ini telah mengalihkan aktivitas keuangan mereka secara online, seperti berbelanja (64 persen) dan perbankan (47 persen)” kata General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky, Yeo Siang Tiong melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Senin (6/9).
Selain itu, laporan Kaspersky lainnya berjudul Making Sense of Our Place in the Digital Reputation Economy mengungkapkan mayoritas (76 persen) dari 861 responden dari Asia Tenggara membulatkan niat mereka untuk tidak menyimpan data terkait keuangan di internet. Sentimen tertinggi berada di kalangan Baby Boomers (85 persen), diikuti oleh Gen X (81 persen) dan Milenial (75 persen).
Yeo menambahkan kabar baiknya adalah masyarakat di wilayah ini masih memiliki kesadaran yang cukup baik tentang risiko keamanan dari melakukan transaksi perbankan dan pembayaran melalui ponsel/perangkat pribadi. Namun sayangnya masih terdapat kesenjangan antara “pengetahuan” dan “tindakan” yang dilakukan.
“Jadi untuk membantu para pengguna di Asia Tenggara dalam merangkul kapabilitas ponsel cerdas dan juga menjaga keuangan mereka tetap aman, kami menyarankan beberapa tips praktis yang sekaligus mendorong semua orang untuk menggunakan solusi keamanan sebagai benteng perlindungan apabila mereka secara tidak sengaja mengklik tautan berbahaya atau mengunduh aplikasi mobile banking palsu,” ujarnya.