Rabu 08 Sep 2021 07:01 WIB

Penghormatan Islam terhadap Petani dan Ketahanan Pangan Kita

Islam banyak mengulas pahala seorang petani.

Red: Joko Sadewo
Petani sedang berada di tengah sawah yang hijau. (ilustrasi)
Foto: istimewa
Petani sedang berada di tengah sawah yang hijau. (ilustrasi)

Oleh : Nashih Nashrullah, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Barangkali anekdot klasik dari bangsa Arab berikut ini bisa sedikit menjadi bahan renungan, bahwa man la yamliku tha'amahu la yamliku qararahu. Hidup memang bukan untuk makan, tetapi makan adalah penunjang utama untuk tetap hidup.

Anekdot itu menyatakan, tanpa makanan, sering kali logika tak terarah. Dalam konsep Islam, tak hanya logika, tetapi menjaga ketahanan pangan, berarti pula mempertahankan lima tujuan syariah (dharuriyat al-khamsah). Jika dibahasakan sederhana, memperoleh pangan adalah hak asasi manusia yang harus dipenuhi dalam rangka menopang kelangsungan hidup. Ini mengapa misalnya Deklarasi Roma (1996), menyatakan mendapatkan pangan adalah satu dari sekian hak yang harus dipenuhi.

Dalam konteks ini, pemerintah memang tengah melakukan upaya memperkuat ketahanan pangan, sebagaimana amanat UU No. 18/2012 tentang Pangan. Disebutkan dalam UU tersebut bahwa Ketahanan Pangan adalah “kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan”.

Namun sayangnya, hal ini tak disertai komitmen serius mempertahankan lahan-lahan pertanian yang memang diperuntukkan untuk sawah dan bercocok tanam. Alih fungsi lahan pertanian untuk hunian cukup memprihatinkan.