REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- EnGeneIC Limited, perusahaan bioteknologi Australia yang berbasis di Sydney, mengembangkan teknologi nanoseluler untuk vaksin COVID-19 pertama di dunia. Awalnya teknologi itu dikembangkan untuk penderita kanker.
Dalam penelitian hewan pra-klinis, teknologi buatan EnGeneIC telah terbukti merangsang respons imun anti-COVID-19 dan menetralkan virus mutan COVID-19 yang menjadi perhatian, terutama varian delta.
EnGeneIC telah memulai uji klinis Fase I dengan dosis orang dewasa yang sehat di Rumah Sakit St Vincent, Melbourne menggunakan platform teknologi nanocell yang dipatenkan EDV (EnGeneIC Dream Vector). Uji coba ini akan menguji keamanan dan sejumlah besar respons imun anti-COVID-19.
EDV dikemas dengan tiga molekul unik. Pertama, menghasilkan protein Spike virus COVID-19 dalam sel nano EDV, sehingga merangsang respons antibodi yang kuat. Kedua, molekul yang secara bersamaan memicu aktivasi sel-sel penting dari sistem kekebalan tubuh guna melawan virus, dan molekul ketiga yang mengubah respons antibodi anti-virus menjadi menetralkan virus COVID-19 mutan.
COVID-19-EDV menunjukkan tingkat antibodi penetralisir yang tinggi dalam penelitian hewan pra-klinis terhadap variant of concern. Bahkan dapat menetralkan varian delta lebih dari 95 persen. Studi pra-klinis menunjukkan antibodi yang dihasilkan, sepenuhnya menetralkan protein Spike dari varian utama menjadi alfa (Inggris), beta (Afrika Selatan), gamma (Brasil) dan varian delta (India).
co-founder EnGeneIC, Jennifer MacDiarmid, awalnya mengembangkan teknologi EDV untuk pengobatan kanker. Tetapi EDV mampu melakukan pendekatan terhadap COVID-19 karena pasien dengan kanker stadium akhir dalam uji klinis menanggapi pengobatan EDV. Pasien itu mampu pengembangan respons kekebalan yang kuat meskipun mereka memiliki sistem kekebalan yang sangat terganggu.
"Orang dengan kanker, penyakit auto-imun, penyakit kronis, atau bahkan orang yang lebih tua memiliki tingkat defisiensi imun dan tidak mungkin merespon secara efektif terhadap vaksin saat ini. Uji klinis kanker kami menunjukkan hasil positif termasuk peningkatan kekebalan anti-kanker bagi mereka yang menderita kanker stadium akhir," kata MacDiarmid dilansir dari globalnewswire pada Rabu (8/9).
Selain itu, kemampuan memproduksi antibodi hanyalah sebagian dari kemampuan EDV. Sebab respons imun anti-kanker dan anti-virus memerlukan induksi bahan kimia yang disebut interferon untuk mengaktifkan sel T guna melawan virus dan menciptakan respons antibodi memori.
"Uji coba ini juga menunjukkan bahwa pengobatan kami sangat aman karena tidak membahayakan sel-sel sehat, dan faktanya, ini merupakan terobosan karena menghasilkan aktivasi sel darah putih yang sehat (sel kekebalan) pada pasien yang rentan ini," ujar MacDiarmid.