REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, mendorong agar desa-desa memiliki kemauan kuat untuk mengalokasikan dan mendirikan perpustakaan bergerak. Menurut dia, hal tersebut dapat mengatasi persoalan akses terhadap buku yang masih menjadi masalah literasi di Indonesia.
"Kita dorong langkah musyawarah-musyawarah desa supaya desa-desa punya kemauan kuat untuk mengalokasikan dan mendirikan perpustakaan-perpustakaan bergerak di desa-desa," ujar Syaiful dalam Simposium Nasional Gerakan Desa Membaca yang disiarkan secara daring, Selasa (14/9).
Dia menyatakan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi sudah membentuk aturan berupa peraturan menteri terkait penggunaan dana desa yang mendorong untuk tercapainya hal tersebut. Apabila dorongan yang ditujukan kepada para kepala desa dilakukan, maka buku-buku dapat masuk ke rumah-rumah seluruh penduduk di desa yang ada di Indonesia.
"Jadi pada level regulasinya kebijakannya sudah tuntas. Tinggal pada level implementasi. Semoga kesadaran kepala desa kita yang hampir 79 ribu itu meyakini, ada salah satu program prioritas yang harus didorong oleh desa," kata dia.
Pada kesempatan itu hadir para pendamping desa. Syaiful menyampaikan kepada mereka agar ikut mendorong atau mengajak para kepala desa untuk mendirikan perpustakaan desa. Dengan mendirikan perpustakaan desa, kata dia, para kepala desa akan memiliki warisan yang amat berharga bagi warga masyarakatnya.
"Suatu saat ketika ditanya ada kepala desa yang pensiun, apa peninggalannya, peninggalannya adalah adanya perpustakaan desa yang bisa diakses oleh seluruh anak-anak desa di seluruh Indonesia," jelas dia.
Menurut Syaiful, literasi amat identik dengan buku. Karena itu, dia menyatakan, buku tidak akan tergantikan oleh media apapun. Dia mengaku kerap menyampaikan hal tersebut di hadapan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim.
"Saya termasuk paling cerewet di hadapan Mas Menteri Nadiem, menghadap-hadapkan buku dengan digitalisasi sesuatu yang salah. Bahkan, sampai pada posisi menafikkan buku karena ada media digital menurut saya tidak tepat dan itu sesuatu yang salah," terang dia.
Dia menyatakan, buku adalah media terbaik sebagai sumber ilmu. Dengan buku, kata dia, seseorang dapat merefleksi dan memaknai sesuatu dengan lebih dalam. Dengan buku pula, ilmu tidak akan hilang karena semua referensi dan preferensi masih bisa didapatkan di sana.
"Karena sekali lagi buku tidak tergantikan dalam gerakan literasi di Indonesia ini," kata dia.
Syaiful menilai, gerakan literasi yang memasukkan buku ke rumah-rumah sangatlah penting dan harus didukung secara penuh. Sebab, salah satu persoalan literasi bangsa ini menyangkut soal akses masyarakat terhadap buku.
"Tidak ada ceritanya kalau di sebuah rumah ada buku dan anak tidak membaca. Saya meyakini setiap ada buku di rumah, pasti anak-anak akan termotivasi untuk membaca. Problemnya hari ini, tidak semua rumah masyarakat yang ada di Indonesia ada buku," jelas Syaiful.
Karena itu, dia menyatakan, memproduksi dan mencetak buku yang berkualitas, bacaan yang hebat, yang dapat menginspirasi anak-anak Indonesia menjadi poin penting dalam gerakan literasi. Masa-masa yang akan datang akan membutuhkan akses yang mudah terhadap buku-buku yang bermutu.
"Itu akan menjadi sangat penting di masa-masa yang akan datang. Dan buku tidak akan tergantikan oleh media apapun," ujar dia.