REPUBLIKA.CO.ID, Siapa tidak kenal dengan Anies Baswedan? Pemilik nama lengkap Anies Rasyid Baswedan ini menjadi salah satu sosok yang terus dibincangkan masyarakat saban waktu. Dibicarakan dengan baik, tapi tidak sedikit dibicarakan dengan buruk yang tidak sepantasnya. Seperti biasa, ia lebih memilih tidak menanggapinya.
Dengan posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies mendapatkan 'panggung' untuk terus mendapat sorotan media massa. Segala aktivitas dan sepak terjangnya selalu menghiasai berbagai kanal pemberitaan.
Kiprahnya di dunia politik yang sangat dinamis, membuat Anies menjadi salah satu tokoh sentral yang digadang-gadang sebagai figur kuat untuk maju di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Di setiap lembaga survei merilis sigi, nama Anies selalu menempati tiga besar.
Tidak jarang malah, ia menduduki urutan pertama di hasil survei tentang sosok yang berpeluang menjadi presiden ke-8 RI. Yang pasti, di setiap rilis tentang daftar calon presiden (capres) 2024, nama Anies tidak pernah ketinggalan masuk big three.
Kiprah Anies selama menjadi orang nomor satu di Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI menarik minat Ady Amar untuk mengulasnya. Dia pun membuat catatan khusus laiknya mozaik yang mencoba melihat Anies dalam berbagai aspek.
Buku Tak Tumbang Dicerca, Tak Terbang Dipuja (Anies Baswedan dan Kerja-Kerja Terukurnya) hadir untuk menawarkan pandangan tentang Anies dari sisi berbeda. Buku yang berisini opini pribadi penulis ini berusaha menyajikan kerja-kerja terukur yang dilakukan Anies.
Ady mencoba memaparkan berbagai capaian Anies selama menjabat sebagai Gubernur DKI sejak Oktober 2017. Bekerja dengan takaran yang pas sebagai upaya pemenuhan janji kampanye di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2017, saat bersama Sandiaga Salahuddin Uno, menjadi titik tekan buku ini.
Di sini, terlihat jika Anies merupakan tokoh yang berusaha menepati setiap janji yang diutarakan kepada warga Ibu Kota. Salah satu yang coba dipenuhinya adalah melepas kepemilikan saham Pemprov DKI di PT Delta Djakarta.
Sayangnya, niat mulia Anies yang harus mendapatkan izin dari DPRD DKI malah tertahan di legislatif, yang tidak setuju dengan kebijakannya. Penulis melihat ada pihak yang belum bisa menerima kekalahan calonnya di Pilgub DKI 2017, sehingga terus berusaha menjegal kebijakan Anies.
Ady juga menyoroti brutalitas buzzerp yang terus menyerang Anies secara membabi-buta dalam berbagai isu. Penulis menganggap, fitnah yang diproduksi para buzzerp kepada Anies, tidak membuat polisi tergerak untuk mengusutnya.
Dicontohkan dalam kasus Anies yang dituding menerima suap berupa rumah mewah di Jakarta sebagai kompensasi pemberian izin pulau reklamasi. Berita hoax yang terus disebar buzzerp itu malah tidak digubris Anies sama sekali.
Penulis pun memuji sikap Anies tidak mempedulikan berbagai berita hoax dan fitnah yang mengarah kepadanya. Anies terus bekerja dengan mengabaikan narasi-narasi buruk yang diolah buzzerp.
Di sisi lain, kinerja terukur Anies diganjar berbagai macam penghargaan oleh lembaga dan instansi tertentu. Ady malah menemukan fenomena, ketika Anies banjir penghargaan maka banyak media mainstream tidak tergerak untuk memberitakannya.
Dia heran, mengapa torehan prestasi bejibun Anies malah tidak menarik minat media untuk mewartakannya. Penulis pun curiga, sebagian media sudah tidak pada fungsinya, bahkan cenderung ikut politik praktis dengan mendukung figur dan partai politik tertentu, namun tutup mata dengan keberhasilan Anies menata Jakarta.
Buku ini terdiri atas 42 artikel yang dibagi ke dalam tiga bab. Buku ini bisa dijadikan pegangan bagi mereka yang peduli dengan kiprah Anies untuk bisa menilai kinerjanya secara objektif dengan indikator jelas, bukan berdasarkan tudingan tanpa dasar yang diproduksi buzzerp.
Pakar politik Fachry Ali memuji opini penulis yang berusaha memberikan respon atas ketidakadilan yang didapat Anies. "Dengan gigih, Ady memperjuangkan posisi yang pas bagi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Ady sangat sadar batas perjuannya ini ditempuh melalui jalur demokrasi," ucap Fachry memberi testimoni.
Yang menarik dari buku ini adalah adanya pengiktirafan kawan kepada eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) serta Rektor Universitas Paramadina tersebut. Adalah Eep Saefulloh Fatah, misalnya yang memberi penilaian Anies berdasarkan pengalamannya berteman selama puluhan tahun.
Bagi Eep, jika ada orang memanggil Anies dengan sebutan 'Anjing, ia pasti tak bakal terganggu. Sebab Anies tahu persis bahwa dia memang bukan Anjing. Karena itu, Eep tak pernah mencemaskan situasi dalam tekanan, kritik, dan cacian untuk Anies. "Sebab, saya tahu persis sikap dasarnya, kredonya: tak jatuh-terjerembab karena dicerca, tak melayang-terbang karena dipuji."
Dengan berbagai pertimbangan, buku ini sangat layak dikoleksi oleh mereka yang menjadi penggemar atau pengagum Anies. Pun bagi lawan politik, buku ini bisa menjadi bahan rujukan untuk melontarkan kritik maupun serangan kepada Anies agar kinerjanya yang memble bisa diketahui publik agar menjadi bahan koreksi untuk perbaikan ke depan.
Judul: Tak Tumbang Dicerca, Tak Terbang Dipuja
Penulis: Ady Amar
Penerbit: Ikon Terahtera
Tahun: Agustus 2021
Tebal: xxxiv + 228 halaman