Oleh : Ilham Tirta, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Sungguh perih membayangkan bagaimana puluhan narapidana ditemukan terpanggang dalam sel yang dikunci. Asapkah pelaku pembunuhan massal itu? atau api yang menyala melelehkan kulit hidup, sungguh bayangan yang tak manusiawi.
Tapi bayangan itulah yang terungkap dari wajah-wajah keluarga 41 narapidana Lapas Kelas 1 Tangerang, Banten, yang tewas dalam sel saat kebakaran di Blok C2 pada Rabu (8/9), lalu. Bayangan itu diam-diam terwujud dalam rintihan dan kata.
"Itu dia minta tolong, apa tidak dibuka (selnya)?" suara jeritan Upik Hartanti (44 tahun) di RS Polri, Jakarta Timur, Kamis (9/9). Upik datang untuk menyerahkan berkas keperluan pemeriksaan antemortem untuk putranya, Rezkil Khairil (23), korban terbakar yang jasadnya belum diidentifikasi.
Kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang, Banten terjadi pukul 01.45 WIB dini hari. Sebanyak 41 nara pidana meninggal di tempat kejadian dengan kondisi hangus, dan hingga Rabu (13/9) lima orang lainnya meninggal dalam perawatan. Puluhan korban hingga kini masih menjani perawatan dengan luka berat hingga ringan.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly dalam konferensi pers di Lapas Kelas 1 Tangerang, Rabu (7/9), mengatakan, para korban ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa di Blok C2, setelah api berhasil dipadamkan sekitar 1,5 jam kemudian. Mereka tewas karena kondisi kamar dikunci sehingga tidak dapat menyelamatkan diri.
"Oleh karena api yang cepat membesar, beberapa kamar tidak sempat dibuka. Memang protapnya lapas harus dikunci, kalau enggak dikunci melanggar protap," kata Yasonna.
Baca juga : Islamofobia dan Dakwah Ala Mohamed Salah di Masa Kini
Kenyataannya, kurungang besi para napi itu memilik sejumlah masalah. Lapas itu memiliki tujuh blok, dimana masing-masing blok ada sembilan kamar atau penjara. Selain mengalami kondisi kelebihan kapasitas, lapas itu tidak dijaga dengan kapasitas ideal.
"Kalau kondisi lapas memang over capacity, dari kapasitas yang seharusnya 900, saat ini terisi 2.069 orang. "(Blok C2 yang terbakar) hanya 40 orang kapasitasnya, tapi diisi 120 orang," kata Kepala Bidang Humas dan Protokol Ditjen Pas, Rika Apriyanti, Rabu (7/9).
Dengan banyaknya napi itu, kekuatan penjagaan di setiap shift-nya hanya 13 orang. Meski begitu, Rika mengeklaim masalah itu tidak bisa menjadi tuduhan penyebab kebakaran tersebut.
Rezkil Khairil adalah napi yang menjalani masa hukuman lima tahun di Blok C2 itu karena tersangdung kasus penyalagunaan narkoba. Kalau tidak masuk tahanan, dia sedang menjalani semester 4 di perguruan tinggi. "Dia pas itu udah mau ambil formulir (pendaftaran kuliah), ternyata dia masuk lapas," cerita Hartati.
Hartati menjerit karena dalam sisa 1,5 tahun masa hukumannya, Rezkil harus menjadi salah satu korban kebakaran itu. Hartati yang sangat terpukul meminta tragedi memilukan itu diusut tuntas. Ia masih menyanksikan anaknya tak bisa diselamatkan sebelum api merenggut mereka.
Hartati pantas menuntut. Sebab, para napi adalah orang yang dirampas kemerdekaannya sehingga negara wajib menjaga keselamatan mereka, apapun kesalahan hukum mereka. "Warga binaan lembaga pemasyarakatan merupakan orang-orang yang sedang dirampas kemerdekaannya dan berada dalam pengawasan dan tanggung jawab negara dan harus dipastikan keselamatannya," kata Komisioner Komnas HAM, Hairansyah, Rabu (8/9).
Baca juga : Tito Ingin Kampaye Pemilu 2024 Dipersingkat
Komnas HAM mendesak pemerintah mengungkap penyebab terjadinya peristiwa tersebut secara transparan. Apabila terdapat unsur kelalaian, apalagi kesengajaan, maka harus ada pihak yang diminta bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.
Sementara, Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam dalam sebuah diskusi daring, Ahad (12/9), menyoroti soal adanya pelanggaran karena masuknya telepon genggam dalam lapas tersebut. Informasi yang beredar, ada narapidana yang menghubungi keluarganya dari dalam lapas, bahkan dia membuat status dalam media sosialnya.
Menurut Anam, masuknya handphone dalam lapas bisa menyebabkan adanya pihak yang mengutak-atik instalasi kelistrikan untuk mengisi daya. "Ada main HP katanya, HP itu masuk ke dalam ruang-ruang (tahanan) itu. Jadi colokan rebutan atau jadi diimprovisasi listriknya, ya jadi potensial kebakaran dengan arus listrik," ujar Anam.
Selain itu, Lapas Kelas I Tangerang merupakan tipe bangunan lama. Di mana sistem kelistrikannya ditaruh di atap, bukan ditanam di dalam tembok atau benton. Kemudian, di beberapa sisi atapnya menggunakan kayu. "Sehingga kalau ada api, dari manapun api itu berasal, ya cepat terbakarnya. Karena atapnya belum cor seperti di (Lapas) Cipinang, atapnya triplek, atap kayu," ujar Anam.
Soal masuknya HP tersebut, Kepala Lapas Kelas 1 Tangerang, Viktor Teguh mengaku pihaknya masih menyelidikinya. "Masih diselidiki dan itu kenakalan yang tidak boleh (terjadi). Kita akan periksa semuanya karena sekarang masih berjalan," kata dia, Kamis (9/9).
Sementara, Rika Apriyanti memastikan petugas maupun napi yang ketahuan menyelundupkan HP akan ditindak. "Penggunaan handphone itu jelas salah dan menyalahi aturan. Artinya, bila diketahui penggunaan hand phone pasti ditindak, baik itu warga binaan maupun petugas yang terlibat," kata Rika, Senin (13/9).
Rika mengakui hal tersebut merupakan tantangan yang dihadapi Kemenkumham. Banyak sekali, kata dia, modus-modus masuknya barang terlarang ke dalam Lapas. "Seperti handphone dan narkoba. Ini menjadi tantangan kami, kami memiliki strategi untuk mencegah masuknya barang-barang tersebut," kata dia.
Baca juga : Kampanye di Kramat Tunggak dan Lagu Oma Irama yang Ditakuti
#Naik Penyidikan
Meski dugaan awal kebakaran karena adanya korsleting listrik, polisi sejak awal tetap memeriksa para saksi untuk mencari unsur pidana dalam kasus itu. Pada Jumat (10/9), Polda Metro Jaya mengumumkan status kasus kebakaran naik ke tingkat penyidikan berdasarkan temuan tindak pidana dalam Pasal 187 dan 188 KUHP terkait kesengajaan serta Pasal 359 KUHP tentang kelalaian. Kendati demikian, hingga Senin (13/9), polisi belum menetapkan tersangka.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus mengatakan, penyidikan masih terus berlangsung. "Nanti hasil ini akan kita sampaikan, termasuk saat sudah lengkap semuanya, baru akan kita gelar perkara lagi untuk menentukan siapa yang tersangka di sini, siapa yang alpa atau lalai sesuai di Pasal 188 KUHP juncto Pasal 359 KUHP kelalaiannya," kata dia, Senin (13/9).
Yusri mengatakan, pada Senin, penyidik Polda Metro Jaya juga kembali memeriksa 25 saksi. Tujuh orang di antaranya merupakan narapidana yang mengetahui peristiwa kebakaran di blok C2 lapas tersebut. "Hari (Senin) ini ada 20 yang dilakukan pemeriksaan, tetapi ada tambahan sedikit dari warga binaan sehingga total semuanya hari ini kita lakukan pemeriksaan sekitar 25 di dua tempat," ujar Yusri.
Pemeriksaan menyasar ke beberapa pihak terkait, mulai dari petugas yang berjaga di lapas saat kejadian hingga petugas pemadam kebakaran yang memadamkan api. Pada Selasa (14/9), penyidik di Polda Metro Jaya kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Kalapas Kelas 1 Tangerang, Victor Teguh Prihartono.
Siapa yang pantas disebut pihak yang lalai atau sengaja menyebabkan kebakaran akan tergantung sungguh pada kinerja kepolisian. Meski begitu, fokus pemerintah dan aparat tidak boleh hanya tertuju pada petanggungjawaban pidana. Peristiwa kelam pada Rabu dinihari harusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah, terutama Kemenkumham sebagai leading sektor-nya, agar kasus serupa tidak terjadi di kemudian hari.
Baca juga : Jokowi Nilai Program DTD Bantu Percepat Vaksinasi Covid-19