REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk mencegah terjadinya fraud (kecurangan) di lingkungan perbankan, Kejaksaan Agung (Kejagung) menggelar forum koordinasi dengan Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara. Yakni, Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BTN.
Kapuspenkum Kejagung Leonard Simanjuntak, menyampaikan inovasi yang digagasnya yaitu "Kolaborasi Intelijen Kejaksaan Dalam Langkah Pencegahan Fraud pada Bank Milik Negara Menuju Terwujudnya Good Corporate Governance."
Menurut Leonard, sebagai tempat perputaran uang, bank memiliki kedudukan yang rentan terhadap penyalahgunaan kewenangan. Baik oleh pihak Bank sendiri maupun oleh pihak luar yang memanfaatkan Bank sebagai tempat untuk menyembunyikan hasil kejahatannya.
"Penyalahgunaan kewenangan ini disebut dengan istilah Fraud," kata Leonard, Senin (20/11).
Dalam bisnis perbankan, pengawasan untuk mencegah terjadinya kecurangan (fraud) menjadi salah satu fokus utama yang paling dijaga.
Penyusunan dan penerapan strategi anti-fraud paling sedikit memuat empat pilar, yaitu pencegahan; deteksi; investigasi, pelaporan, dan sanksi; dan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut.
"Meskipun berbagai kebijakan dan strategi diterapkan secara ketat dan terukur dalam penanganan anti-fraud, baik oleh Bank maupun OJK, kasus fraud masih saja terjadi," ujar Leonard.
Pada Agustus tahun lalu, Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) yang merupakan organisasi terbesar anti-fraud di level global, merilis Report to the Nations (RTTN) yang mencatat adanya 2.504 kasus fraud dari 125 negara dengan median loss USD 8,300 per bulan, dan terhitung ada 29 kasus fraud di Indonesia.
Kasus yang menonjol adalah pada bulan Oktober 2020 lalu, mantan Dirut Bank BTN Maryono, ditangkap oleh Kejaksaan Agung atas dugaan menerima gratifikasi dari debitur sebanyak dua kali yaitu sejumlah Rp 2,257 miliar dan Rp 870 juta yang ditransfer ke menantunya.
"Kejagung sebagai lembaga penegak hukum yang mempunyai fungsi utama penuntutan mempunyai peran vital dalam pencegahan fraud khususnya di Bank Milik Negara karena berkaitan dengan penyelamatan aset dan kekayaan Negara," ujar Leonard.
Dia menilai langkah pencegahan dan deteksi dini tindakan fraud yang terindikasi merugikan keuangan negara perlu dijadikan concern dan bahkan digalakkan penguatannya.
"Hal ini dapat dipahami karena ketika fraud sudah terjadi, maka proses penanganannya membutuhkan tenaga, biaya dan waktu yang lebih banyak," katanya.
Terkait fungsi dari bidang intelijen Kejaksaan RI yaitu koordinasi dan sinkronisasi kebijakan melalui fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan terkait seluruh bidang Ipoleksosbudhankam, di mana salah satunya di bidang ekonomi dan keuangan bahwa perbankan tidak lepas dari kasus pidana, korupsi, dan gugatan.
Oleh karena itu, lanjut Leonard, salah satu fungsi intelijen adalah pencegahan, maka strategi pencegahan menjadi hal utama di bidang intelijen guna penyelamatan keuangan negara dan aset serta pemulihan ekonomi nasional.
"Ini sejalan dengan dengan kebijakan bapak Jaksa Agung RI yaitu tujuh program prioritas Kejaksaan RI tahun 2021 pada poin satu, pendampingan dan pengamanan pemulihan ekonomi nasional dalam rangka percepatan pembangunan nasional, dan poin enam, penanganan perkara tindak pidana korupsi yang berkualitas dan berorientasi penyelamatan keuangan negara," ujar Leonard.
Ini sejalan pula dengan tujuh perintah harian Jaksa Agung RI tahun 2021. Yaitu poin satu, dukung penuh kebijakan pemerintah dalam penanggulangan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional, serta poin tiga, menciptakan karya-karya yang inovatif dan terintegrasi yang dapat meningkatkan pelayanan publik.
Leonard juga menyampaikan hingga saat ini masih belum optimalnya kepastian perlindungan bank kepada nasabah dan belum adanya sistem informasi tentang sistem deteksi dini (early warning system), serta diperlukan pemahaman yang sama antar aparat penegak hukum dengan pihak perbankan (khususnya bank milik negara) mengenai strategi pencegahan fraud di perbankan.
Leonard mengatakan perlu adanya persamaan persepsi dengan cara membangun sebuah kolaborasi lintas sektor antara aparat penegak hukum yaitu Kejaksaan Agung dengan Himbara dalam jangka pendek serta dapat menggandeng OJK dalam jangka menengah.
Dia berharap dalam jangka panjang kolaborasi ini akan diperkuat dengan aparat penegak hukum lainnya, yakni Polri, KPK, serta PPATK, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan, dan stakeholders lainnya.
Dia menambahkan bahwa tujuan proyek perubahan melalui inovasi dan integrasi dalam bentuk kolaborasi lintas sektoral pencegahan fraud ini akan bermanfaat.
Pertama, untuk memperkuat sistem anti fraud bank milik negara khususnya dalam pilar pencegahan. Kedua, sistem peringatan dini yang lebih cepat, efektif, valid, dan komprehensif.
Ketiga, terciptanya Whole of Government (WoG) di antara para penegak hukum dalam rangka Pencegahan tindakan fraud di bank milik negara yang holistik, akurat dan sistematis dalam penyelamatan aset dan kekayaan negara.
"Serta mewujudkan good coporate governance; dan pada akhirnya adanya kepastian dan perlindungan bagi Bank dan Nasabah, serta zero fraud," kata Leonard.
Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia PT Bank Mandiri, Agus Dwi Handaya, mengatakan kolaborasi ekosistem ekonomi dengan ekosistem aparat penegak hukum menjadi momentum karena pihaknya sangat terbantu sekali.
"Sebab tindakan pencegahan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri karena fraud yang terjadi merupakan dampak dari ekosistem yang jika tidak kolaborasi akan sulit sekali ditangani, dan meminta adanya penguatan sistem deteksi dini (early warning system) untuk memperkuat tindakan pencegahan," katanya.