REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendukung pembentukan PT Sinergi Gula Nusantara atau Sugar Co sebagai holding BUMN pabrik gula.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Muhammad Haikal mengatakan Komisi VI DPR menilai pembentukan Sugar Co sebagai upaya pemenuhan pasokan gula dalam negeri agar tidak bergantung pada impor. Haikal mengatakan Sugar Co diharapkan mampu mewujudkan kemandirian gula konsumsi, meningkatkan kesejahteraan petani, dan menjaga stabilitas harga gula ritel. Kata Haikal, Sugar Co merupakan entitas tunggal dari 35 pabrik gula milik PTPN group.
"Sugar Co diharapkan menjalin kerja sama dengan lembaga pengelola investasi dan investor dalam maupun luar negeri dalam mendapatkan pendanaan untuk revitalisasi atau pembangunan pabrik gula baru," ujar Haikal saat rapat dengar pendapat dengan Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Muhammad Abdul Ghani di Gedung DPR, Jakarta, Senin (20/9).
Haikal mengatakan pembentukan Sugar Co merupakan salah satu dari 88 program Kementerian BUMN pada 2020 hingga 2023. Haikal berharap kehadiran Sugar Co dapat meningkatkan produktivitas gula PTPN group menjadi dua juta ton pada 2025 sehingga Indonesia tidak lagi mengimpor gula konsumsi.
Haikal menyampaikan Sugar Co juga menjadi salah satu bentuk transformasi PTPN dalam memperbaiki kinerja operasional, baik maupun on farm maupun off farm. "Kita ingin transformasi ini dapat meningkatkan lapangan kerja baru dan mendapatkan pemasukan bagi negara dan tentunya mengurangi ketergantungan kepada gula impor," ucal Haikal.
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Demokrat Herman Khaeron mengatakan pembentukan Sugar Co memiliki tujuan baik dalam menata kembali pengelolaan sektor gula. Namun begitu, Herman menyebut hal ini tidak akan mudah mengingat besarnya kebutuhan dana dalam menciptakan infrastruktur yang memadai.
"Keinginan swasembada gula dengan mensinergikan seluruh pabrik gula PTPN menurut saya niatnya bagus tapi kalau melihat 40 pabrik gula PTPN usianya sudah lebih dari 100 tahun, ini pasti tidak memenuhi standar," ucap Herman.
Herman juga menyoroti persoalan kesejahteraan petani tebu. Herman menilai petani tebu akan beralih pada komoditi lain seperti padi atau jagung jika tidak mendapatkan harga tebu yang kompetitif. Herman mengatakan petani tebu juga sangat tergantung cuaca hujan agar dapat menanami tebu.
"Hari ini lebih banyak yang tanam padi, saat harga tinggi orientasi ya ke tebu, tapi kalau kemarau mereka tidak bisa tanam dan mereka menanam yang lain," lanjut Herman.
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Golkar Nusron Wahid meminta konsolidasi Sugar Co tak hanya dilakukan pada pabrik gula milik PTPN Group, melainkan pabrik gula milik BUMN lain seperti PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI. "Saya sarankan punya RNI sekalian dimasukan Sugar Co supaya satu pintu. Jangan sampai sudah konsolidasi SugarCo tapi ada (pabrik gula) di klaster BUMN lain," ujar Nusron.
Nusron juga mengusulkan PTPN memberikan stimulus kepada petani tebu. Nusron mengatakan harga pokok penjualan (HPP) dari petani sejak 2015 hingga 2021 masih tetap berada di angka Rp 10.500. "Ini HPP petani sudah enam tahun tidak naik. Saya usul kasih stimulus, petani yang setor tebu ke PTPN dinaikkan jadi Rp 10.750 atau Rp 11 ribu," kata Nusron.