Selasa 21 Sep 2021 16:30 WIB

Flu Disebut Tingkatkan Risiko Kematian Bagi Penderita Diabet

Vaksin influenza, bukan berarti pengganti vaksin Covid-19.

virus FLU/Influenza.
Foto: Sciencealert
virus FLU/Influenza.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhatian masyarakat global, termasuk Indonesia saat ini tengah fokus terhadap ancaman virus corona (Covid-19). Risiko kematian yang cukup tinggi dan penularan yang mudah, membuat masyarakat hingga pemerintah melakukan berbagai upaya guna menekan penyebaran virus tersebut.

Kendati demikian, masyarakat disarankan tak hanya waspada terhadap bahaya Covid-19. Namun juga virus lainnya, termasuk virus yang kerap dipandang sebelah mata seperti influenza. Itu karena, penyakit flu yang ditimbulkan virus ini, juga mampu merenggut nyawa penderitanya. Terutama mereka yang memiliki komorbid, atau penyakit penyerta. 

Penyakit penyerta yang membahayakan penderita flu tersebut, di antaranya hipertensi, HIV/AIDS, asma, penyakit jantung, paru kronis, diabetes dan lainnya. 

Ahli penyakit dalam konsultan endokrinologi Dr dr Fatimah Eliana Taufik, SpPD-KEMD mengatakan, influenza dapat memperburuk kesehatan seseorang yang memiliki penyakit penyerta seperti diabetes karena adanya penurunan imunitas. Akibatnya, infeksi virus flu dapat menimbulkan komplikasi.

Ia mengungkapkan, nerdasarkan penelitian, para pasien diabetes yang mengalami influenza secara bersamaan meningkatkan risiko rawat inap hingga enam kali lipat. Sementara risiko dirawat di Intensive Care Unit (ICU) meningkat hingga empat kali lipat, dan risiko meninggal dunia hingga enam kali lipat.

“Komplikasi influenza pada diabetes bisa mengakibatkan pneumonia berat hingga terjadi gagal napas dan kematian. Karenanya, baik penderita diabetes, orang lanjut usia (lansia), maupun penderita komorbid lain harus menjalani rawat inap (saat telah terjadi komplikasi influenza),” ujar dr Fatimah, dalam keterangan resmi kepada republika.co.id, Selasa (21/9). 

Sementara menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC), orang dengan diabetes baik tipe 1, tipe 2 atau gestasional, tetap bisa berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi flu serius yang dapat mengakibatkan kematian. Walaupun, ketika gula darah dalam keadaan terkontrol.

"CDC juga menyatakan, flu dapat meningkatkan kadar gula darah, dan terkadang orang tidak ingin makan saat sakit. Nafsu makan yang berkurang tersebut dapat menyebabkan kadar gula darah turun. Dengan demikian, mengontol gula darah akan semakin sulit untuk dilakukan dan akan berdampak buruk jika terjadi pada mereka yang menderita flu dan diabetes secara bersamaan," kata dia.

Efektifitas vaksin flu sendiri telah dibuktikan melalui beberapa penelitian dan terbukti memberikan manfaat bagi penderita diabetes. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kanada terhadap lebih dari 50 ribu orang dewasa usia kerja yang menderita diabetes, vaksin influenza dapat mengurangi 43% rawat inap yang disebabkan oleh Pneumonia dan Influenza dan mengurangi 28% rawat inap yang disebabkan oleh penyakit lainnya. 

Selain dari segi efektifitas, vaksinasi flu terbukti dapat ditoleransi dengan baik oleh para penderita diabetes. Oleh sebab itu Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, menganjurkan vaksinasi flu diberikan kepada penderita diabetes setahun sekali. Khususnya di situasi pandemi yang masih berlangsung ini, agar dapat melindungi para penderita diabetes dari penyakit berbahaya flu dan mengurangi kejadian rawat inap di rumah sakit. Sehingga, dapat mengurangi beban para tenaga medis yang masih fokus melawan pandemi. 

"Di sisi lain berdasarkan penelitian yang belum lama ini dipresentasikan di European Congress of Clinical Microbiology & Infectious Diseases (ECCMID), yang diadakan online antara Juli 9 dan 12 Juli 2021, vaksinasi flu dinyatakan juga dapat mengurangi beberapa efek parah dari Covid-19," kata dia.

Penelitian ini dilakukan oleh penulis senior Devinder Singh, MD, profesor bedah plastik, Fakultas Kedokteran Universitas Miami Miller. Singh melibatkan peserta dari berbagai negara termasuk AS, Inggris, Jerman, Italia dan Singapura dan mencocokan mereka ke dalam faktor-faktor yang dapat memengaruhi risiko Covid-19 menjadi lebih parah seperti usia, jenis kelamin, etnis, merokok, diabetes, obesitas, dan penyakit paru obstruktif kronik.

Singh dan koleganya kemudian membagi mereka ke dalam dua kelompok yakni; kelompok pertama yang telah menerima vaksin influenza antara 2 minggu dan 6 bulan sebelum didiagnosis positif Covid-19, serta kelompok kedua yang juga telah didiagnosis dengan Covid-19 tetapi tidak divaksinasi terhadap influenza.

Singh menemukan bahwa pasien yang tidak menerima suntikan flu kira-kira 20% lebih mungkin dirawat di ICU dibandingkan dengan mereka yang telah divaksinasi influenza. Pasien dalam kelompok 2 juga sekitar 58% lebih mungkin untuk mengunjungi UGD dan sekitar 45% lebih mungkin untuk mengembangkan sepsis, dibandingkan dengan kelompok 1. Tak hanya itu, pasien dalam kelompok 2 juga 58% lebih mungkin untuk mengalami stroke dan hampir 40% lebih mungkin untuk memiliki DVT, dibandingkan dengan kelompok 1. 

Namun, Singh dan peneliti lainnya menekankan bahwa vaksin influenza, bukan berarti pengganti vaksin Covid-19. 

"Dan kami menganjurkan semua orang untuk menerima vaksin Covid-19 mereka jika mampu,” kata penulis utama Susan Taghioff, asisten profesor kimia. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement